Krisis Air di Gaza Makin Parah, Warga Antre Berjam-Jam!

Penduduk Palestina di Jalur Gaza kini menghadapi situasi krisis air yang semakin parah. Dalam seminggu terakhir, pasokan air bersih utama mereka terputus akibat serangan militer Israel yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan pipa. Kondisi ini membuat warga harus antre berjam-jam hanya untuk mendapatkan air bersih, yang kini menjadi barang langka.

Menurut pernyataan otoritas setempat, serangan di lingkungan Shejaia, yang terletak di timur Kota Gaza, telah merusak infrastruktur penting yang dikelola oleh Mekorot, perusahaan air milik negara Israel. “Sejak pagi, saya menunggu air,” ungkap Faten Nassar, seorang wanita berusia 42 tahun, yang menggambarkan penderitaan sehari-harinya. Tanpa adanya bantuan dari stasiun atau truk pendistribusi air, situasi semakin memburuk.

Meski militer Israel mengklaim telah menghubungi berbagai organisasi untuk mempercepat perbaikan jaringan pipa yang rusak, kenyataannya banyak warga yang masih harus berjalan jauh hingga bermil-mil hanya untuk mendapatkan air dari sumur-sumur yang tersisa. Pada kondisi ini, air bersih telah menjadi komoditas yang dicari dan sangat berharga bagi 2,3 juta penduduk Gaza, yang sebagian besar telah mengungsi akibat situasi yang terus mencekam.

Dalam situasi demikian, Adel Al-Hourani, seorang pria berusia 64 tahun, menyatakan, “Saya berjalan jauh. Saya merasa lelah. Saya sudah tua, saya tidak muda lagi untuk berjalan-jalan setiap hari untuk mendapatkan air.” Rasa lelah tersebut dirasakan banyak warga yang harus menempuh jarak jauh dan menunggu berjam-jam di antrean demi mendapatkan air. Satu kali pengisian air pun sering kali tidak mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari mereka.

Krisis air yang melanda Gaza tidak hanya disebabkan oleh konflik yang berkepanjangan, tetapi juga karena sumber air alami yang tersisa, yaitu Cekungan Akuifer Pesisir, tengah mengalami penurunan kualitas. Dikenal sebagai satu-satunya sumber air alami di wilayah tersebut, Cekungan Akuifer Pesisir membentang dari utara Semenanjung Sinai, melewati Gaza, dan memasuki Israel. Namun, kadar garam yang tinggi dan pencemaran membuat hingga 97% sumber air ini tidak layak konsumsi.

Dengan kondisi yang semakin memburuk, air untuk minum, memasak, dan mencuci kini dianggap sebagai barang mewah. Upaya penduduk untuk mendapatkan air bersih menjadi sangat sulit, dan tidak jarang mereka harus mengambil risiko untuk melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang sulit dijangkau. Pihak otoritas setempat terus berupaya mencari solusi jangka pendek dan jangka panjang untuk mengatasi masalah ini, tapi tantangan yang mereka hadapi sangat besar.

Meskipun situasi di lapangan sangat mengkhawatirkan, warga Gaza tetap berharapan. Banyak yang berharap agar konflik segera berakhir sehingga mereka bisa kembali hidup normal. Keterbatasan akses terhadap sumber air bersih juga mengharuskan mereka untuk mengandalkan solidaritas antarwarga. Banyak komunitas yang saling bantu dalam mencari solusi, meskipun dengan sumber daya yang serba terbatas.

Sebagai bagian dari upaya bantuan, lembaga-lembaga kemanusiaan pun berusaha mendistribusikan air bersih ke berbagai tempat. Namun, kendala keamanan dan aksesibilitas membuat distribusi ini sering kali terhambat. Dalam sementara waktu, warga Gaza harus beradaptasi dengan keadaan dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk air bersih, yang kini menjadi lebih dari sekedar kebutuhan; air menjadi simbol harapan di tengah krisis yang berkepanjangan.

Berita Terkait

Back to top button