
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FH UMSU) dengan antusias menggelar Seminar Membangun Peradaban Penegakkan Hukum di Indonesia pada Rabu (26/01/2025) di Auditorium Gedung Rektor UMSU. Seminar ini mengambil tema Telaah Kritis RUU KUHAP dan dihadiri oleh dua pakar hukum ternama, Assoc Prof Dr Adi Mansar SH MHum dan Dr Mahmud Mulyadi SH MHum. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka mempererat silaturrahim menjelang Bulan Suci Ramadhan 1446 H.
Dalam sambutannya, Rektor UMSU yang diwakili oleh Wakil Rektor III, Assoc Prof Dr Rudianto SSos MSi, mengungkapkan bahwa seminar semacam ini telah menjadi bagian penting dalam upaya memperluas wawasan di bidang hukum. Ia menjelaskan, "Aspek dari acara ini akan jauh lebih dinamis dan akan membuat pengetahuan kita di bidang hukum semakin luas." Dr Rudianto juga menekankan pentingnya RUU KUHAP, yang menjadi sorotan bagi para praktisi hukum, dan mengingatkan bahwa dampak dari RUU ini tidak hanya akan dirasakan oleh pelaku hukum, tetapi juga oleh masyarakat luas.
Sebagai bagian dari penyampaian dalam seminar, Assoc Prof Dr Faisal SH MHum juga menekankan perlunya penjelasan dan pencerahan mengenai RUU KUHAP kepada masyarakat. Ia menyatakan, "Kita bisa bayangkan kalau seandainya pada saat 2 Januari 2026 KUHAPnya telah disahkan, tetapi hukum acaranya itu belum ada, maka apa yang akan terjadi." Ia mengungkapkan kekhawatirannya terkait tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum yang dapat mengganggu peradaban hukum yang telah ada.
Berikut adalah beberapa poin menarik yang diangkat dalam seminar mengenai RUU KUHAP:
Urgensi RUU KUHAP: Menurut Dr Adi Mansar, kegelisahan mengenai RUU KUHAP sudah ada sejak tahun 2001, seiring dengan berbagai perubahan dalam sistem penegakan hukum. Ia menekankan bahwa kewenangan dalam penegakan hukum, sesuai dengan konstitusi, seharusnya jelas dan tidak membingungkan.
Kekhawatiran Tumpang Tindih Kewenangan: Dr Faisal mengingatkan bahwa RUU KUHAP yang tidak disusun dengan baik dapat menimbulkan masalah, termasuk kemungkinan terjadinya kekacauan dalam penegakan hukum yang sudah mapan.
Pengawasan RUU: Dr Mahmud Mulyadi mengingatkan bahwa hukum harus tertulis dan tidak boleh hanya berbentuk penafsiran. Desain dan pola hukum acara harus diperhatikan agar tidak terjadi pembingungan dalam penerapannya di masa depan.
- Harapan untuk Keadilan yang Lebih Baik: Semua narasumber sepakat bahwa pembaruan hukum di Indonesia harus diarahkan untuk menciptakan keadilan dan manfaat bagi masyarakat. Proses penegakan hukum harus dilandasi pada nilai-nilai kemanusiaan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Seminar ini tidak hanya dihadiri oleh kalangan akademisi, tetapi juga oleh mahasiswa dan dosen yang aktif berpartisipasi dalam diskusi. Semangat antusiasme terlihat jelas ketika sejumlah peserta mengajukan pertanyaan dan memberikan masukan terkait materi yang dibahas. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat akademis menyadari betapa pentingnya penegakan hukum yang berkualitas dan transparan.
Dengan gelaran seminar ini, FH UMSU berharap dapat memberikan kontribusi positif terhadap perdebatan mengenai RUU KUHAP yang tengah menjadi perhatian banyak pihak. Pembangunan peradaban hukum yang terhormat dan saling menghormati dalam penegakan hukum adalah kunci untuk membawa keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kegiatan ini diharapkan menjadi awal yang baik untuk mengedukasi masyarakat mengenai perubahan hukum yang akan datang, serta untuk mendorong keterlibatan aktif dalam proses legislasi demi terciptanya sistem hukum yang adil dan berkeadaban.