
Sistem perbankan di Bank DKI mengalami gangguan signifikan yang dimulai pada tanggal 29 Maret 2025. Sejak saat itu, banyak nasabah yang melaporkan kesulitan dalam melakukan transaksi, termasuk transfer antarbank dan pembayaran menggunakan sistem QRIS di aplikasi mobile banking mereka, JakOne. Keluhan ini mencuat di media sosial dan menarik perhatian publik serta pihak berwenang, termasuk DPRD DKI Jakarta.
Pada tanggal 29 Maret, netizen mulai menyampaikan keluhan melalui akun Twitter resmi Bank DKI, dengan beberapa pengguna melaporkan bahwa fitur untuk mentransfer uang ke bank lain tidak dapat diakses. Salah satu diantaranya adalah akun @archive yang menulis, “Halo Bank DKI, kenapa tidak ada fitur transfer eksternal di Aplikasi JakOne sejak siang. Mohon segera diperbaiki, karena saya ingin transfer uang ke bank lain.” Kejadian serupa terus berlanjut hingga 31 Maret, di mana pengguna lain juga tidak dapat melakukan transaksi baik untuk penarikan tunai maupun pembayaran.
Merespons permasalahan tersebut, DPRD DKI Jakarta mengadakan rapat kerja pada tanggal 9 April, yang dipimpin oleh Ketua Komisi B, Nova Harivan Paloh. Dalam rapat tersebut muncul beberapa rekomendasi untuk menangani kaki masalah sistem di Bank DKI. Rekomendasi itu meliputi perlunya audit secara internal dan eksternal yang melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Nova menekankan pentingnya reposisi jabatan di mana para pegawai ditempatkan sesuai dengan bidang keahlian mereka agar tidak mengganggu efisiensi operasional.
Dari hasil evaluasi, diketahui bahwa gangguan yang terjadi bukanlah akibat serangan peretas. Direktur Utama Bank DKI, Agus Haryoto Widodo, mengonfirmasi bahwa masalah muncul akibat sistem pengamanan internal yang melakukan pemulihan otomatis untuk menjamin stabilitas layanan. Agus juga menyampaikan, seluruh data dan dana nasabah tetap aman dan telah kembali normal. Namun, meskipun ada pernyataan tersebut, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menanggapi situasi ini dengan mencopot Direktur IT Bank DKI, Amirul Wicaksono, karena dinilai tidak mampu menjaga sistem dengan baik.
Sementara itu, masyarakat tetap mengeluarkan suara ketidakpuasannya. Mereka menuntut transparansi dan kejelasan mengenai pemulihan layanan serta keamanan dana nasabah. Pramono menegaskan bahwa gangguan layanan ini bukan pertama kali terjadi, dan adanya kemungkinan kebocoran data yang perlu ditindaklanjuti. “Terus terang ada kebocoran (dana nasabah). Jumlah angkanya yang tahu direksi Bank DKI,” ujarnya.
Sebagai langkah segera, DPRD DKI Jakarta menekankan pentingnya Bank DKI untuk segera menyediakan sistem real-time guna mendeteksi dan merespons ancaman yang dapat menyebabkan gangguan layanan di masa depan. Nova menambahkan, “Perusahaan harus mempunyai alert system terkait dengan permasalahan yang ada di IT. Itu yang paling penting.”
Hingga saat ini, kendati beberapa layanan sudah beroperasi penuh, perhatian publik dan nasabah kepada Bank DKI belum surut. Nasabah berharap agar manajemen bank dapat lebih proaktif dalam menangani masalah di masa mendatang serta melakukan langkah-langkah preventif untuk menghindari terulangnya kejadian serupa. Penanganan yang tepat dan transparan dalam audit serta kinerja sistem menjadi kunci dalam membangun kembali kepercayaan nasabah terhadap Bank DKI di masa depan.