
Sutradara film “No Other Land”, Hamdan Ballal, menjadi korban penyerangan yang brutal oleh sekelompok pemukim Israel bersenjata di Susya, wilayah Masafer Yatta, selatan Hebron. Insiden yang terjadi baru-baru ini ini melibatkan lebih dari 15 pemukim yang menyerang dengan kekerasan, melempar batu, dan menghancurkan properti dekat lokasi tinggal Ballal. Dalam kejadian tersebut, aktivis Yahudi Amerika yang menyaksikan peristiwa itu menyatakan bahwa pemukim mulai mengganggu warga Palestina dan menghancurkan tangki air di sekitar rumah Ballal.
Para saksi melaporkan bahwa saat kondisi semakin tegang, sekelompok tentara Israel datang ke lokasi kejadian dan berkolaborasi dengan para pemukim. Mereka mengejar Hamdan Ballal hingga ke rumahnya dan menyerahkannya kepada aparat militer Israel. Saksi bernama Raviv mengungkapkan bahwa mobil Hamdan juga menjadi sasaran serangan, dengan semua jendela pecah dan satu dari ban mobilnya dirusak. Akibat kekerasan tersebut, Hamdan dilaporkan mengalami luka-luka serius, terutama di bagian kepala, dan anggota keluarganya mengonfirmasi bahwa ia menderita cedera di kepala akibat serangan tersebut.
Dalam sebuah postingan di media sosial, Yuval Abraham, rekan sutradara Hamdan, mengunggah rekaman video CCTV yang memperlihatkan momen-momen penyerangan itu. “Sekelompok pemukim baru saja menghakimi Hamdan Ballal, salah satu sutradara film kami, dan memukulinya. Ia mengalami luka berat di kepala dan perutnya, hingga berdarah,” ungkap Yuval. Sejumlah video yang dipostingnya menunjukkan kelompok yang mengenakan seragam militer Israel dan topeng, terlihat melempar batu ke arah kamera, mengaburkan rekaman dari CCTV.
Setelah penyerangan itu, Hamdan dipaksa untuk menaiki ambulans yang ia panggil, tetapi tentara Israel dilaporkan merangsek masuk dan membawanya pergi. Hingga saat ini, tidak ada informasi lebih lanjut mengenai keberadaan Hamdan setelah insiden tersebut. Penangkapan ini merupakan bagian dari pola kekerasan yang dialami oleh sutradara dan kru film “No Other Land”, di mana sebelumnya Basel Adra, sutradara lainnya, melaporkan hal serupa di bulan Februari. Ia juga dikepung dan diserang oleh pemukim Israel bertopeng.
Keberadaan “No Other Land” sebagai film yang menyoroti realitas kehidupan di wilayah konflik, membuat para pembuat filmnya sering kali menjadi target. Penyerangan yang menimpa Hamdan Ballal bukan hanya merupakan isu individu, tetapi juga mencerminkan ketegangan yang terus menerus terjadi antara pemukim Israel dan warga Palestina, terutama di area dengan sejarah panjang konflik.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, penyerangan semacam ini menunjukkan kompleksitas situasi di wilayah pendudukan Palestina. Aktivis-aktivis yang menyaksikan serangan tersebut menggarisbawahi bahwa tindakan kekerasan terhadap individu yang menyuarakan pandangan berbeda harus menjadi perhatian utama masyarakat internasional. Dalam konteks ini, film “No Other Land” diharapkan bisa membuka dialog dan meningkatkan kesadaran mengenai dampak konflik terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina dan para pembuat film seperti Hamdan Ballal.
Insiden ini menggugah kepedulian mengenai perlindungan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi di wilayah yang dilanda konflik. Dengan situasi yang masih belum jelas mengenai nasib Hamdan Ballal, banyak pihak menyerukan aksi solidaritas dan penegakan hukum untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Keterlibatan masyarakat internasional dalam menanggapi insiden ini diharapkan dapat membantu menciptakan ruang yang lebih aman bagi seniman dan pembuat film yang berani menyuarakan kebenaran dalam karya-karya mereka.