Laba P2P Lending Melonjak 109% hingga November 2024: Apa Sebabnya?

Laba setelah pajak industri fintech peer to peer lending (P2P lending) di Indonesia menunjukkan kinerja yang sangat positif, dengan peningkatan sebesar 109,8% year on year (yoy) per November 2024. Berdasarkan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba yang dicatat mencapai Rp1,27 triliun, naik signifikan dari Rp608,21 miliar pada November 2023.

Peningkatan laba ini tidak terlepas dari kinerja operasional yang meningkat. Dalam periode yang sama, total pendapatan operasional industri P2P lending tercatat sebesar Rp13,72 triliun, mengalami kenaikan sebesar 18,68% dibanding periode tahun sebelumnya. Dalam konteks pendapatan non-operasional, meskipun terjadi penurunan sebesar 44,44% yoy menjadi Rp188,19 miliar, hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap keuntungan keseluruhan.

Sementara itu, beban operasional industri juga mengalami peningkatan, tercatat sebesar Rp11,99 triliun atau meningkat 16,69% yoy. Namun, beban non-operasional justru menunjukkan penurunan drastis sebesar 68,52% yoy menjadi Rp249,85 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kenaikan dalam biaya operasional, penyelenggara P2P lending tetap mampu mengelola pengeluaran secara efektif, yang berdampak positif pada laba yang diperoleh.

Peningkatan laba ini bersamaan dengan langkah-langkah penyelenggara P2P lending dalam menyesuaikan diri dengan regulasi yang ditetapkan oleh OJK. Salah satu regulasi yang relevan adalah Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2023 yang mengharuskan penyelenggara P2P lending untuk memiliki tenaga penagih yang bersertifikat. Kuseryansyah, Ketua Bidang Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), menjelaskan bahwa lebih dari 24.000 agen penagihan telah dilatih dan disertifikasi untuk melakukan tugas mereka dengan etika dan profesionalisme yang tinggi.

Kuseryansyah juga menekankan perbedaan yang mencolok antara P2P lending legal yang berizin OJK dengan pinjaman online (pinjol) ilegal. Ia menyampaikan, “Pelatihan ini bukan hanya supaya menagih dengan baik, tapi juga tentang bagaimana berperilaku dengan baik dan menghormati debitor.” Melalui pelatihan ini, para agen diharapkan dapat melakukan penagihan tanpa menciptakan ketidaknyamanan bagi peminjam.

Selanjutnya, untuk mendapatkan izin dari OJK, penyelenggara P2P lending diwajibkan untuk memiliki sertifikasi ISO27001, yang merupakan standar internasional untuk Sistem Manajemen Keamanan Informasi (Information Security Management System/ISMS). Kuseryansyah menyatakan, “Ini adalah langkah pionir dalam industri fintech lending di Indonesia, di mana seluruh karyawan, dari OB sampai CEO, harus ikut dalam pelatihan ISO.”

Peningkatan laba yang signifikan ini mencerminkan tren positif dalam industri P2P lending di Indonesia, sejalan dengan semakin ketatnya regulasi serta kesadaran akan pentingnya keamanan data dan perlindungan konsumen. Dengan kontribusi yang terus tumbuh dalam sistem pembiayaan di Indonesia, diharapkan industri ini dapat mendorong inklusi keuangan yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Tak hanya itu, dengan adanya regulasi yang lebih ketat dan upaya untuk meningkatkan kualitas layanan, industri P2P lending diharapkan akan terus berkembang pesat, menciptakan daya tarik lebih besar bagi para investor dan peminjam. Penyesuaian terhadap regulasi akan memberikan jaminan yang lebih baik terhadap keamanan dan kenyamanan, baik bagi penyelenggara maupun konsumen. Hal ini tentunya menciptakan ekosistem yang lebih sehat bagi semua pihak yang terlibat.

Exit mobile version