Kementerian Luar Negeri Libanon telah mengajukan keluhan resmi kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait pelanggaran gencatan senjata yang dilakukan oleh Israel. Keluhan tersebut disampaikan melalui misi tetap Libanon di New York pada Selasa (4/2) dan mengacu pada pelanggaran terus-menerus terhadap Resolusi PBB 1701, yang disetujui pada 11 Agustus 2006. Resolusi ini telah menetapkan ketentuan untuk menghentikan permusuhan antara Hizbullah dan Israel, serta menciptakan zona bebas senjata antara Garis Biru dan Sungai Litani di Libanon selatan.
Menurut Kementerian Luar Negeri Libanon, pelanggaran ini mencakup serangan terhadap patroli militer Libanon, ancaman terhadap jurnalis, serta penghapusan penanda perbatasan yang penting. Lebih dari 830 pelanggaran telah dilaporkan oleh media Libanon sejak gencatan senjata yang rapuh dimulai pada 27 November 2024. Gencatan senjata tersebut mengakhiri periode ketegangan yang meningkat, yang dimulai pada 8 Oktober 2023 dan akhirnya berkembang menjadi konflik berskala besar pada 23 September 2024.
Dalam penyampaian keluhan tersebut, Libanon menekankan perlunya sikap tegas dari Dewan Keamanan PBB dan penegakan kesepakatan gencatan senjata yang ada. Libanon juga meminta dukungan untuk memperkuat keberadaan tentara Libanon serta pasukan UNIFIL, yang bertugas untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di daerah tersebut.
Beberapa poin penting yang disoroti oleh Kementerian Luar Negeri Libanon dalam keluhan ini adalah sebagai berikut:
- Pelanggaran terhadap Resolusi 1701: Israel telah melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam Resolusi PBB 1701, termasuk melarang pergerakan tentara Libanon dalam zona tersebut.
- Serangan terhadap Patroli Militer: Terdapat laporan tentang serangan langsung terhadap patroli yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Libanon oleh pesawat tempur Israel.
- Ancaman terhadap Media: Israel juga dituduh meneror jurnalis yang melaporkan situasi di daerah perbatasan, yang meningkatkan ketidakstabilan informasi di wilayah tersebut.
- Penghapusan Penanda Perbatasan: Lima penanda perbatasan telah dihapus oleh pihak Israel, yang dapat merugikan klaim batas wilayah Libanon.
Libanon berharap laporan ini akan memicu tindakan dari komunitas internasional, khususnya PBB, untuk mendesak Israel agar menghormati kesepakatan dan memperkuat kehadiran pasukan pemelihara perdamaian UNIFIL di kawasan tersebut.
Dalam konteks yang lebih luas, situasi di perbatasan Israel-Libanon telah menjadi semakin kompleks. Ketegangan antara kedua negara terus meningkat setelah periode konflik baru-baru ini, dan ketidakpastian ini memperburuk stabilitas di seluruh kawasan. Banyak analis menilai bahwa tanpa intervensi yang berarti dari PBB dan dukungan kekuatan internasional, peluang untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan akan semakin menipis.
Krisis kemanusiaan di Libanon pun semakin mendalam, di mana ketidakstabilan politik dan ekonomi semakin memperburuk situasi masyarakat. Diharapkan, langkah yang diambil oleh pihak Libanon melalui laporan ini dapat membuka peluang bagi mediasi internasional untuk mengatasi pelanggaran yang terjadi dan mendorong dialog yang konstruktif antara kedua pihak.
Dengan sejumlah pelanggaran yang terus berlanjut, masyarakat internasional berharap adanya komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk menurunkan ketegangan dan menciptakan kondisi yang lebih aman di region tersebut.