
Rieke Diah Pitaloka merasakan duka yang mendalam setelah kepergian sahabatnya, Mat Solar, yang meninggal pada 17 Maret 2025. Persahabatan keduanya terjalin dalam sinetron terkenal "Bajaj Bajuri," yang menjadikan keduanya tidak hanya rekan kerja tetapi juga sahabat baik. Kematian Mat Solar menjadi pengingat akan perjuangan panjang yang dihadapinya terkait sengketa tanah miliknya yang hingga akhir hayatnya belum terelesaikan.
Tanah yang menjadi objek sengketa ini terkait dengan pembangunan tol Serpong-Cinere, proyek yang mulai dilaksanakan pada tahun 2019. Tanah seluas 1.313 meter persegi milik Mat Solar menjadi salah satu dari banyak lahan yang terdampak. Dalam prosesnya, Mat Solar terpaksa merelakan hak atas tanahnya untuk proyek yang dikelola oleh pemerintah. Namun, hingga akhir hidupnya, beliau belum menerima kejelasan mengenai hak-hak yang seharusnya didapat, termasuk pembayaran ganti rugi yang pernah dijanjikan.
Berikut adalah beberapa poin penting seputar perjuangan Rieke Diah Pitaloka dalam membantu sahabatnya:
Kepemilikan Ganda: Masalah utama yang dihadapi Mat Solar adalah kepemilikan ganda atas tanah tersebut. Sebelumnya, tanah tersebut dimiliki oleh Idris, yang mengklaim tidak pernah menjualnya secara resmi. Meskipun Mat Solar memiliki sertifikat hak milik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), masalah ini memperumit proses penyelesaian.
Janji Ganti Rugi yang Tak Terpenuhi: PT Cinere Serpong Jaya sempat menjanjikan ganti rugi sebesar Rp3,3 miliar untuk Mat Solar. Namun, hingga akhir hayatnya, uang tersebut tidak kunjung cair. Hal ini menyebabkan Mat Solar terpaksa berjuang di jalur hukum untuk mendapatkan haknya yang sah.
Dukungan Rieke Diah Pitaloka: Rieke tidak tinggal diam menyaksikan sahabatnya berjuang. Ia mengangkat isu ini di forum resmi, berbicara dengan Direktur Utama PT Jasa Marga, dan bahkan menulis surat kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk meminta perhatian terhadap nasib sahabatnya. Dalam rapat DPR, Rieke menyampaikan emosinya dan meminta bantuan agar pihak terkait bertanggung jawab.
Isak Tangis di Forum DPR: Saat menyampaikan curahan hatinya di forum DPR, Rieke tidak dapat menahan tangisnya. Ia menekankan bahwa uang yang diperjuangkan Mat Solar sangat penting untuk masa depannya. "Itu adalah uang yang dia perjuangkan untuk punya simpanan hari tua," ujarnya dengan suara terbata-bata. Ia juga meminta pertanggungjawaban pihak Jasa Marga atas lambatnya penyelesaian kasus ini.
- Harapan Terakhir: Sebelum dinyatakan wafat, Mat Solar telah mendengar janji dari Dirut Jasa Marga, Subakti Syukur, yang berjanji akan mengawal kasus tersebut dan berusaha menuntaskan masalah ganti rugi sebelum Lebaran 2025. Namun, takdir berkata lain; Mat Solar tidak sempat melihat janji itu terpenuhi.
Setelah kepergian sahabat tercintanya, dalam sebuah pesan emosional, Rieke meminta maaf kepada Mat Solar. "Maafin Oneng ya Bang, belum bisa penuhin janji Oneng ke Abang. Maafin juga selama kita bersahabat Oneng sering bikin kesel," tulisnya penuh haru. Pesan ini menggambarkan bukan hanya kehilangan yang dirasakannya, tetapi juga rasa tanggung jawab yang masih tersisa untuk memperjuangkan hak Mat Solar.
Kisah ini menjadi cerminan betapa perjuangan untuk mendapatkan keadilan sering kali harus melewati berbagai lika-liku dan emosional yang mendalam. Rieke Diah Pitaloka menunjukkan keteguhan dan komitmen untuk memperjuangkan sahabatnya hingga akhir, sebuah tindakan yang patut dicontoh dalam menjaga persahabatan dan keadilan.