Mahfud MD Ungkap Kekhawatiran Terhadap RUU Kejaksaan Ini!

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengungkapkan keprihatinannya mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan yang tengah dibahas. Dalam sebuah podcast berjudul “Terus Terang”, Mahfud menilai bahwa penambahan kewenangan bagi jaksa ini akan berdampak negatif, berpotensi menciptakan impunitas bagi aparat penegak hukum tersebut.

Salah satu poin yang menjadi perhatian Mahfud adalah adanya proposal yang menyatakan bahwa jaksa yang diduga terlibat tindak pidana harus meminta izin Jaksa Agung sebelum diperiksa oleh pihak kepolisian. “Ada ide bahwa jaksa terlibat dalam tindak pidana tidak boleh langsung diperiksa polisi, harus izin jaksa agung. Tidak boleh begitu,” ujarnya tegas.

Ia menjelaskan bahwa prosedur ini berpotensi menghalangi atau memperlambat proses hukum terhadap jaksa yang melakukan pelanggaran. Mahfud khawatir jika hal ini terjadi, jaksa akan semakin kebal hukum dan memberikan celah perlindungan bagi anggota yang bermasalah. “Itu berarti nanti banyak main di situ,” tambahnya, menunjukkan kekhawatirannya tentang adanya penyalahgunaan kewenangan.

Mahfud menegaskan bahwa tidak seharusnya ada perlakuan khusus terhadap institusi penegakan hukum, termasuk kejaksaan. Ia mengilustrasikan dengan mencontohkan bahwa ketika seorang polisi terlibat korupsi, mereka dapat ditangkap dan diperiksa tanpa memerlukan izin dari atasan. “Kalau jaksa salah tapi harus minta izin Jaksa Agung, enggak bisa begitu. Kalau salah ya harus proses oleh polisi. Kalau kesalahannya tindak pidana umum, harus polisi,” tegasnya.

Dalam pandangannya, semua institusi penegakan hukum, termasuk kejaksaan, harus diperlakukan setara di hadapan hukum. Menurut Mahfud, apabila RUU Kejaksaan disahkan dengan ketentuan yang memberikan kekebalan terhadap jaksa, hal ini hanya akan menambah masalah dalam penegakan hukum di Indonesia. “Meskipun jaksa ya harus diproses oleh polisi dong. Enggak usah minta izin Jaksa Agung, itu berlebihan,” ujarnya.

Mahfud juga mengungkapkan bahwa hubungan antara lembaga penegak hukum saat ini sudah berlangsung dengan baik dan proporsional. Ia menolak ide untuk menambah atau mengalihkan kewenangan antara lembaga, karena khawatir akan merusak keseimbangan dan profesionalisme di antara mereka. Ia menegaskan bahwa kinerja institusi penegak hukum seharusnya ditingkatkan tanpa perlu mengubah struktur kewenangan yang ada.

“Sudah bagus sistem yang kita atur, hubungan tata kerja antar institusi penegak hukum itu. Yang jelek itu pelaksanaannya, jangan diubah-ubah lagi,” lanjut Mahfud, menyoroti perlunya fokus pada peningkatan pelaksanaan hukum daripada mengganti regulasi yang ada.

Dalam konteks lebih luas, pernyataan Mahfud MD ini mengundang perhatian berbagai kalangan, termasuk akademisi dan aktivis hukum, yang turut mengawasi proses legislasi RUU Kejaksaan. Mereka berharap agar pandangan Mahfud dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai undang-undang yang krusial ini.

Ketidakpastian seputar RUU Kejaksaan menggambarkan tantangan dalam menjaga independensi serta profesionalisme aparat penegak hukum di Indonesia. Menghadapi kekhawatiran yang diungkapkan oleh Mahfud, penting bagi semua pihak untuk tetap kritis dan proaktif dalam mengawasi perubahan regulasi yang dapat berdampak besar bagi sistem hukum di tanah air.

Exit mobile version