Manfaat Tunjangan PHK JKP Naik, OJK Tanggapi Ketahanan Dana BPJS

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menyoroti ketahanan dana BPJS Ketenagakerjaan seiring dengan penambahan manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang kini diberikan sebesar 60% flat selama enam bulan. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dukungan lebih besar kepada pekerja yang kehilangan pekerjaan, namun di saat yang sama menuntut pengelolaan dana yang lebih baik dari BPJS Ketenagakerjaan agar tetap berkelanjutan.

Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, menggarisbawahi pentingnya penerapan prinsip dasar dalam pengelolaan risiko investasi. Menurutnya, hasil investasi yang optimal harus sejalan dengan karakteristik kewajiban jangka panjang, tanpa mengabaikan kualitas aset dan likuiditas. “Terkait dengan JKP, kami mendorong BPJS Ketenagakerjaan untuk memperhatikan dampak kecukupan pendanaan dari manfaat ini agar dapat dikelola dengan baik,” ungkap Iwan dalam pernyataannya.

Per Desember 2024, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan tercatat mencapai Rp791,65 triliun. Dari jumlah tersebut, porsi terbesar terdapat pada program Jaminan Hari Tua (JHT) dengan nilai sebesar Rp489,23 triliun, diikuti oleh Jaminan Pensiun (JP) sebesar Rp189,15 triliun. Manfaat JKP sendiri memiliki porsi yang lebih kecil, yakni Rp14,92 triliun. Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan mencatat telah membayarkan 4,02 juta klaim dengan total nominal mencapai Rp57,12 triliun, di mana JHT mendominasi dengan sekitar 83% dari total klaim.

Dalam konteks ini, OJK mengajak semua pihak, termasuk pemberi kerja dan pekerja, untuk disiplin dalam berkontribusi kepada sistem jaminan sosial. Dengan kolaborasi yang baik, diharapkan ketahanan dana dan manfaat yang diterima oleh para pekerja dapat terjaga dengan baik.

Saat ini, BPJS Ketenagakerjaan juga mengajukan regulasi kepada OJK agar mendapatkan payung hukum untuk melakukan investasi dana kelolaannya ke luar negeri. Menurut Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, hal ini penting untuk meningkatkan pengembalian investasi yang lebih optimal. Ia mencontohkan, pertumbuhan pasar dalam negeri yang hanya berkisar antara 3% hingga 5%, sementara dana investasi BPJS tumbuh sekitar 13%. Dengan kondisi tersebut, pembatasan instrumen investasi dalam negeri dapat menimbulkan risiko yang lebih besar.

OJK telah menggarisbawahi pentingnya pemantauan yang ketat terhadap penggunaan dana BPJS Ketenagakerjaan. Jika tidak dikelola dengan baik, potensi untuk menghadapi masalah likuiditas dan keberlanjutan program jaminan sosial ini sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, pengelolaan yang prudent dan berkelanjutan terhadap dana tersebut menjadi sangat penting.

Dengan penambahan manfaat JKP yang kini menjadi 60% flat, diharapkan para pekerja yang terpaksa menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat memiliki perlindungan yang lebih baik. Namun, keseimbangan ini mesti didukung oleh pengelolaan dana yang efisien dan transparan dari BPJS Ketenagakerjaan, sehingga mampu memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi semua anggota.

Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang baru ini menandai langkah penting dalam memperkuat sistem jaminan sosial di Indonesia. Peningkatan manfaat ini merupakan bagian dari upaya untuk menjaga kesejahteraan pekerja serta menciptakan ketenangan bagi mereka yang mengalami kehilangan pekerjaan, namun harus didukung oleh sistem pengelolaan yang akuntabel dan cermat agar tidak membebani masa depan program jaminan sosial itu sendiri.

Berita Terkait

Back to top button