Indonesia

Mantan Wakil Ketua KPK: Hakim Abaikan Peraturan MA dalam Vonis Harvey Moeis

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, memberikan kritik tajam terhadap putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis kepada Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Ia menilai bahwa hakim tidak mematuhi Peraturan Mahkamah Agung (MA) saat memberikan vonis tersebut. Dalam pernyataannya, Laode mengungkapkan bahwa seharusnya hakim mengikuti panduan yang telah ditetapkan MA terkait pemberian hukuman dalam kasus-kasus korupsi.

Harvey Moeis, sebagai perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT), divonis hukuman penjara selama 6 tahun dan 6 bulan karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dari tahun 2015 hingga 2022. Laode M. Syarif mengingatkan bahwa dalam Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020, terdapat panduan jelas terkait kategori kerugian negara, yang mana seharusnya diikuti oleh hakim dalam menentukan hukuman.

Laode menjelaskan, “Sudah ada Peraturan MA tentang panduan untuk pemberian hukuman, termasuk khususnya yang berhubungan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Memang putusan yang pertama tidak mengikuti panduan MA.” Panduan tersebut merincikan kategori kerugian negara berdasarkan nilai korupsi yang terjadi. Misalnya, dalam Pasal 6 Ayat (1), dikatakan bahwa kerugian negara di atas Rp100 miliar dianggap paling berat, yang berimbas pada penentuan hukuman.

Peraturan MA mengatur mengenai pengkategorian kerugian negara sebagai berikut:
1. Kerugian di atas Rp100 miliar: kategori paling berat.
2. Kerugian lebih dari Rp25 miliar: kategori berat.
3. Kerugian antara Rp1 miliar hingga Rp25 miliar: kategori sedang.
4. Kerugian antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar: kategori ringan.

Dalam kasus Harvey Moeis, majelis hakim yang diketuai oleh Eko Aryanto menetapkan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang merugikan negara. “Hal ini sebagaimana dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” ungkap Eko. Ia menyatakan bahwa Harvey melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mantan Wakil Ketua KPK tersebut menambahkan bahwa selain mempertimbangkan kerugian negara, Peraturan MA juga mendorong hakim untuk mengevaluasi tingkat kesalahan dan dampak dari tindak pidana, yang dikelompokkan ke dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah. Dengan diabaikannya pedoman ini, Laode menilai bahwa vonis yang dijatuhkan dapat mengabaikan keadilan bagi masyarakat dan merugikan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Akibat dari vonis yang dijatuhkan, Harvey Moeis selain menerima hukuman penjara juga dikenakan denda sebesar Rp1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar, ia harus menggantinya dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Dalam putusannya, majelis hakim juga memerintahkan Harvey untuk membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar yang akan ditukar dengan tambahan penjara jika tidak dibayarkan.

Tentu saja, pernyataan Laode M. Syarif ini memicu diskusi lebih lanjut mengenai penerapan hukum dan keadilan dalam penanganan kasus korupsi. Masyarakat dan pengamat hukum mengharapkan adanya evaluasi terhadap praktik peradilan demi memastikan bahwa semua pihak, termasuk hakim, mengikuti pedoman yang ada agar ke depan kasus-kasus serupa tidak terulang dan proses penegakan hukum dapat lebih transparan serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button