
Maraknya serangan siber, terutama ransomware, di Indonesia semakin menjadi perhatian serius bagi berbagai sektor, mulai dari perusahaan swasta hingga instansi pemerintah. Serangan pada Pusat Data Nasional (PDN) yang terjadi tahun lalu menunjukkan dampak luas dari serangan siber, yang tidak hanya mengganggu operasional perusahaan tetapi juga mempengaruhi pelayanan publik. Menurut laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), pada tahun 2024 saja terdapat lebih dari 120 juta serangan siber, dengan ransomware menempati posisi sebagai salah satu ancaman terbesar.
Ransomware merupakan perangkat lunak berbahaya yang menginfeksi sistem komputer dan mengenkripsi data di dalamnya, menjadikan data tersebut tidak dapat diakses oleh pemiliknya. Setelah proses enkripsi selesai, pelaku ransomware biasanya akan meminta tebusan untuk mengembalikan akses ke data yang terkunci tersebut. Dengan meningkatnya serangan ransomware, keberadaan strategi perlindungan data yang efisien menjadi sangat penting.
Clara Hsu, Country Manager dari perusahaan manajemen data dan infrastruktur penyimpanan global, Synology, mengemukakan ada tiga elemen utama yang diperlukan untuk melindungi data perusahaan dari serangan ransomware: proteksi yang immutable, back up atau pencadangan offline, dan restorasi yang cepat.
Pertama, proteksi yang immutable merujuk pada data dan back up yang tidak dapat dimodifikasi, diedit, atau dihapus selama periode tertentu, bahkan oleh admin atau penyerang. Pendekatan ini memastikan bahwa data tetap terjaga karena tidak dapat diutak-atik oleh pihak yang tidak berwenang. Ini penting untuk menjamin integritas data di tengah risiko serangan siber yang terus meningkat.
Kedua, pencadangan offline juga menjadi elemen krusial. Pencadangan jenis ini mengacu pada data back up yang tidak dapat diakses melalui jaringan, yang biasanya menjadi saluran masuk bagi malware. Perlindungan pencadangan offline dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan memblokir akses menggunakan firewall agar hanya alamat IP tertentu yang bisa mengakses data, menonaktifkan port yang tidak perlu, hingga mematikan perangkat keras yang terhubung ke jaringan. Dengan langkah-langkah ini, data cadangan menjadi lebih aman dari potensi serangan ransomware.
Ketiga, restorasi yang cepat sangat penting untuk memastikan bahwa data back up dapat segera digunakan saat terjadi serangan. Data cadangan yang tidak dapat diakses dengan cepat akan menjadi tidak berguna ketika dibutuhkan. Mempersiapkan proses pemulihan yang efisien dan cepat menjadi kunci bagi perusahaan agar tetap dapat beroperasi tanpa gangguan saat menghadapi insiden serangan siber.
Dalam upaya menghadapi tantangan perlindungan data dari ransomware, Synology telah meluncurkan solusi terbarunya yang bernama ActiveProtect. Solusi ini mengintegrasikan perangkat lunak backup, server, dan penyimpanan dalam satu sistem yang komprehensif. ActiveProtect mengadopsi ketiga elemen perlindungan yang diperlukan untuk menjaga data dari serangan ransomware.
ActiveProtect menawarkan berbagai fitur unggulan, termasuk solusi all-in-one yang menyatukan backup, pemulihan, dan pengelolaan dalam satu perangkat. Selain itu, sistem ini juga dilengkapi dengan manajemen skala besar yang mampu memantau hingga 150.000 workload atau 2.500 lokasi. Adanya fitur keamanan maksimal dengan immutable back up dan back up offline semakin menambah nilai perlindungan yang ditawarkan. Teknologi yang digunakan dalam ActiveProtect juga memungkinkan pengurangan duplikasi hingga 99%, yang berdampak positif pada beban jaringan dan kebutuhan penyimpanan, sehingga proses backup menjadi lebih cepat dan hemat biaya.
“Ancaman siber semakin berkembang, dan perusahaan harus lebih siap dalam melindungi data mereka,” ungkap Clara Hsu dalam sesi media briefing di Jakarta pada 20 Februari 2025. Ia menekankan bahwa ActiveProtect memberikan solusi perlindungan yang kuat, namun tetap mudah digunakan dan dikelola, sehingga perusahaan dapat lebih fokus pada operasional tanpa khawatir kehilangan data akibat serangan siber.