
Mahamadou Diawara, pemain muda yang sebelumnya tergabung dalam Timnas Prancis, mengambil langkah mengejutkan dengan mengundurkan diri dari tim nasional pada tahun 2024. Keputusan ini muncul setelah Federasi Sepakbola Prancis (FFF) mengeluarkan aturan kontroversial yang melarang pemain menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Aturan yang diberlakukan kepada semua level, mulai dari U-16 hingga senior, menciptakan gelombang protes di kalangan pemain, terutama bagi mereka yang paham akan pentingnya menjalankan agama.
FFF menyatakan bahwa larangan ini bertujuan untuk menjaga kesetaraan di dalam tim dan memastikan bahwa semua pemain dapat berpartisipasi tanpa adanya perbedaan praktik agama. Namun, bagi Diawara, keputusan tersebut jelas bertentangan dengan prinsip dan nilai-nilai pribadinya. Menurut seorang sumber yang tidak ingin disebutkan namanya dalam FFF, "Diawara merasa tidak nyaman dengan aturan baru yang diberlakukan untuk pemain U-16 hingga senior, dan memutuskan untuk kembali ke Lyon."
Sebagai pemain yang sangat memperhatikan aspek spiritual dalam hidupnya, Diawara memilih untuk mendukung keyakinan agamanya. Setelah mundur dari Timnas Prancis, Diawara kembali ke klubnya, Lyon, yang memberikan kebebasan untuknya beribadah tanpa ada batasan. "Saya tidak mau mengorbankan iman saya demi sepakbola," ujarnya dalam sebuah wawancara.
Aturan kontroversial ini tidak hanya menciptakan perdebatan di kalangan pemain, tetapi juga memicu reaksi keras dari berbagai pihak, terutama para penggemar sepak bola yang memiliki empati terhadap keyakinan masing-masing individu di tim. Banyak yang menilai bahwa FFF seharusnya mempertimbangkan keragaman budaya dan agama para pemainnya.
Philippe Diallo, Presiden FFF, menjelaskan bahwa aturan ini ditegakkan untuk memastikan netralitas dalam pemilihan pemain. "Saya menegaskan kembali, dalam kerangka netralitas inilah seleksi kita berfungsi secara konkret. Berarti kita tidak mengubah kondisi praktik seleksi karena alasan agama," ungkap Diallo. Pernyataan tersebut makin memperdalam kesan bahwa federasi terputus dari kebutuhan dan hak asasi manusia para anggotanya.
Keputusan Diawara untuk mundur juga membuka diskusi lebih luas mengenai kebebasan beragama di dalam olahraga. Berikut adalah beberapa poin yang perlu dicermati terkait isu ini:
Kesetaraan dalam Tim: Tindakan FFF yang melarang puasa dengan alasan kesetaraan bisa mempertanyakan sejauh mana kesetaraan itu harus diterapkan dalam sport yang kerap kali melibatkan keragaman budaya dan keyakinan.
Dampak terhadap Karir Pemain: Mundurnya Diawara dari Timnas dapat berdampak pada karier internasionalnya, dan mungkin menjadi preseden bagi pemain lain yang dihadapkan pada dilema serupa.
Tanggung Jawab Federasi: FFF memiliki tanggung jawab untuk menjaga hak-hak anggotanya, termasuk hak untuk menjalankan ibadah. Keputusan untuk menerapkan kebijakan yang mengabaikan hal ini dapat memicu kritik lebih lanjut.
Alternatif Solusi: Sebaiknya FFF mencari cara lain untuk menciptakan kesetaraan tanpa mengorbankan kebebasan beragama. Mungkin dengan mengadakan dialog terbuka dengan pemain tentang kebijakan yang lebih inklusif.
- Dukungan terhadap Pemain: Penegakan kebijakan yang ramah terhadap keanekaragaman di tim bisa menciptakan lingkungan yang lebih positif dan produktif bagi semua anggota.
Kasus ini menyoroti tantangan yang dihadapi banyak atlet Muslim yang ingin tetap setia pada praktik keagamaan mereka di tengah tuntutan profesionalisme olahraga. Keputusan Diawara untuk memilih iman di atas panggung sepakbola menunjukkan bagaimana nilai-nilai pribadi bisa menjadi penentu arah karir seorang pemain. Keberanian Diawara bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang di luar lapangan, bahwa kepercayaan dan prinsip hidup lebih penting daripada pencapaian di dunia olahraga.