Kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga terus mengguncang tata kelola minyak di Indonesia. Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk pejabat tinggi Pertamina dan pengusaha minyak ternama, dalam skema korupsi yang berpotensi merugikan negara hingga Rp193,7 triliun. Modus operandi yang terungkap melibatkan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM), di mana BBM RON 90 dicampur dengan RON 92 sehingga kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan konsumen. Masyarakat, yang selama ini membayar harga tinggi untuk BBM berkualitas prima, merasa tertipu dan sekarang menuntut kompensasi.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Muhammad Fadhil Alfathan, menegaskan bahwa hak-hak masyarakat yang dirugikan akibat praktik korupsi ini harus mendapatkan pemulihan, baik berupa kompensasi maupun ganti rugi. Ia menyatakan, “Masyarakat harus mendapat keadilan karena hak-hak mereka telah direnggut oleh praktik ilegal yang dilakukan oleh oknum di Pertamina.” Sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat yang merasa dirugikan, LBH Jakarta telah membuka pos pengaduan, baik secara langsung maupun daring, yang sejak dibuka pada 26 Februari 2025 telah menerima 426 pengaduan. Pengaduan ini akan dibawa ke pengadilan sebagai bagian dari proses hukum terhadap para tersangka.
Dugaan pengoplosan ini melibatkan beberapa nama besar baik dari internal Pertamina maupun pengusaha swasta. Tersangka terbaru yang ditetapkan adalah Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne, VP Trading Operations dari perusahaan yang sama. Mereka diduga terlibat dalam kegiatan blending produk minyak berkualitas rendah untuk dijual dengan harga premium, berdasarkan persetujuan dari Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.
Berikut adalah beberapa komponen kerugian negara akibat praktik korupsi ini:
1. Ekspor minyak mentah dalam negeri: sekitar Rp35 triliun
2. Impor minyak mentah melalui broker: sekitar Rp2,7 triliun
3. Impor BBM melalui broker: sekitar Rp9 triliun
4. Pemberian kompensasi tahun 2023: mencapai Rp126 triliun
5. Subsidi yang dikeluarkan negara pada tahun 2023: sebanyak Rp21 triliun
Meskipun angka kerugian yang dihitung sudah besar, angka tersebut belum mencakup kerugian yang dialami masyarakat akibat kualitas BBM yang lebih rendah dari yang seharusnya. Akibatnya, berbagai pihak mendesak pemerintah untuk segera menetapkan skema kompensasi bagi konsumen yang dirugikan. Ini menegaskan bahwa masyarakat selayaknya mendapatkan keadilan atas kerugian yang mereka alami.
Nama Riza Chalid, yang telah lama dikenal dalam bisnis minyak dan gas di Indonesia, juga muncul dalam kasus ini sebagai bagian dari jaringan yang terlibat dalam skandal. Riza Chalid dikenal sebagai “The Gasoline Godfather,” mengendalikan jaringan perusahaan tersebut dalam pengadaan minyak mentah untuk PT Pertamina. Baru-baru ini, anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza, terlibat dalam kasus ini, semakin menguatkan dugaan keterlibatan kelompok bisnis dalam praktik korupsi. Penggeledahan di rumah dan kantor Riza Chalid menemukan dokumen penting serta sejumlah uang tunai.
Skandal korupsi ini tidak hanya berdampak pada keuangan negara, tetapi juga memunculkan dampak sosial yang signifikan bagi masyarakat. Konsumen yang membeli BBM dengan biaya tinggi kini merasakan kerugian yang diakibatkan oleh praktik curang ini. Untuk itu, LBH Jakarta dan Celios mendesak Pemerintah untuk segera merumuskan skema kompensasi, sehingga dana hasil korupsi tidak hanya masuk ke kas negara tetapi juga bisa dikembalikan kepada masyarakat yang terpengaruh langsung oleh skandal ini.
Penyelidikan masih berlangsung, dan penegakan hukum yang transparan dan tegas sangat penting untuk memastikan bahwa kasus ini tidak hanya berakhir di pengadilan, tetapi juga mendorong perubahan sistemik dalam pengelolaan energi di nasional. Melalui investigasi yang berkelanjutan, diharapkan semua pihak yang terlibat dapat diidentifikasi dan diadili. Masyarakat menantikan kejelasan dan keadilan dalam kasus korupsi Pertamina yang merugikan banyak pihak ini.