Sains

Menelusuri Asal-usul Kue Bulan yang Saji saat Imlek

Kue Bulan, atau dalam bahasa Hokkian dikenal sebagai gwee pia, adalah salah satu makanan khas yang identik dengan perayaan Imlek. Setiap tahun, saat Festival Pertengahan Musim Gugur tiba, kue ini menjadi salah satu sajian yang tidak terpisahkan dari suasana meriah yang menghiasi perayaan tersebut. Namun, di balik keindahan dan kenikmatan Kue Bulan, terdapat kisah menarik mengenai asal-usul dan makna yang terkandung di dalamnya.

Secara tradisional, Kue Bulan memiliki bentuk bulat yang melambangkan kebulatan dan keutuhan, nilai-nilai penting dalam budaya Tionghoa. Menurut legenda, kue ini mula-mula digunakan sebagai persembahan dan penghormatan kepada leluhur saat musim gugur, yang merupakan masa panen yang sangat berarti bagi masyarakat agrikultural Tionghoa. Pada zaman dahulu, kue ini dianggap sebagai simbol harapan dan rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah.

Kue Bulan tidak hanya populer di Tiongkok, tetapi juga menjangkau berbagai negara di Asia, termasuk di Indonesia, Korea Selatan, Vietnam, dan Jepang. Berikut adalah beberapa variasi Kue Bulan yang dapat ditemukan di berbagai budaya Asia:

  1. Indonesia: Dikenal sebagai gwee pia atau tiong chiu pia.
  2. Korea Selatan: Disebut songpyeon, sering disajikan pada festival Chuseok.
  3. Vietnam: Dikenal dengan nama banh trung thu yang disantap pada Tet Trung Thu.
  4. Jepang: Membuat dango, makanan lengket yang dimakan pada festival Tsukimi, yang berarti "memandang bulan".

Walaupun memiliki nama dan tampilan berbeda, seluruh variasi ini memiliki kesamaan dalam konteks penyajian yaitu saat festival musim gugur.

Meski awalnya makanan ini dihidangkan sebagai persembahan, Kue Bulan telah berevolusi menjadi panganan yang lebih komersial dan sering diberikan sebagai hadiah. Perubahan ini berkaitan dengan perkembangan zaman, di mana orang semakin mengaitkan kue ini dengan interaksi sosial dan kebersamaan dalam merayakan momen spesial.

Berbicara tentang sejarah, terdapat beberapa legenda mengenai asal-usul Kue Bulan. Salah satunya berasal dari Dinasti Ming, di mana kue ini diyakini sebagai media komunikasi rahasia bagi para petani Han yang tengah berjuang melawan pemerintahan Mongol yang tirani. Mereka menyelipkan pesan-pesan revolusi dalam kue ini sebagai cara untuk menyatukan kekuatan menghadapi penindasan.

Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa Kue Bulan sudah ada jauh sebelum era Dinasti Ming. Penggunaan kue ini telah tercatat dalam sejarah sejak Dinasti Song. Ini mengindikasikan bahwa kebudayaan dan tradisi mengolah kue bulan ini telah terjaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Seiring dengan perkembangan zaman, variasi bentuk dan rasa Kue Bulan terus bermunculan. Dari yang tradisional dengan isian pasta kacang merah dan bijan hitam, kini telah banyak ditambahkan berbagai rasa, mulai dari green tea, durian, hingga cokelat. Hal ini menunjukkan inovasi yang dilakukan produsen kue untuk menjangkau selera generasi muda yang lebih beragam.

Kue Bulan menjadi simbol lebih dari sekedar makanan. Keberadaannya mengingatkan kita akan nilai-nilai penting dalam keluarga, rasa syukur kepada alam, serta perayaan tradisi yang kaya akan makna. Setiap gigitan Kue Bulan menyimpan cerita dari masa lalu dan harapan yang ingin disampaikan ke generasi selanjutnya.

Dengan segala keindahan dan kompleksitas budaya yang melekat pada Kue Bulan, jelas bahwa makanan ini lebih dari sekadar camilan. Saat Anda menikmati Kue Bulan di tengah perayaan Imlek, Anda sedang merasakan warisan budaya yang telah terjaga ribuan tahun lamanya.

Maya Putri adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button