Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat baru-baru ini menghentikan proses aplikasi paspor yang menggunakan penanda jenis kelamin X, sebuah langkah yang menimbulkan berbagai reaksi di kalangan komunitas gender. Dalam keterangan resmi, kementerian tersebut menjelaskan bahwa semua aplikasi yang berupaya mengubah penanda jenis kelamin mereka kini ditangguhkan berdasarkan perintah eksekutif yang baru dikeluarkan.
Jenis kelamin X adalah kategori gender ketiga yang diperkenalkan sebagai pilihan netral bagi individu yang tidak ingin mengidentifikasi diri mereka sebagai laki-laki atau perempuan. Pemakaian istilah ini memberi ruang bagi mereka yang beridentifikasi sebagai non-biner, genderfluid, atau agender. Gender X merupakan simbol penting untuk individu yang merasa tidak terwakili dalam pembagian gender tradisional.
Berikut adalah beberapa poin penting mengenai gender X dan kebijakan terbaru pemerintah AS:
Definisi Gender X: Gender X adalah pilihan identitas yang tidak terikat pada kategori tradisional pria (M) atau wanita (F). Ini menciptakan ruang bagi mereka yang memiliki berbagai cara dalam mengekspresikan identitas gender mereka.
Hak dan Pengakuan: Dalam beberapa negara di dunia, gender X sudah diakui dalam dokumen resmi seperti paspor dan identitas lainnya. Ini memberikan pengakuan dan hak yang setara bagi individu non-biner, serta membantu mengurangi diskriminasi yang mungkin mereka hadapi.
Perjuangan Hak Asasi Manusia: Pengakuan terhadap gender X dianggap sebagai langkah maju dalam perjuangan hak asasi manusia. Ini menunjukkan bahwa identitas gender bukanlah sesuatu yang kaku dan dapat bervariasi sesuai dengan pengalaman individu.
Keputusan Pemerintah AS: Setelah sebelumnya mengakui keberadaan gender X, keputusan terbaru pemerintah AS untuk menghapus kategori ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang ditetapkan di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Presiden Trump berargumen bahwa negara harus kembali ke pengakuan hanya dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.
- Konsekuensi bagi Komunitas: Kebijakan baru ini tidak hanya berdampak pada individu yang mengidentifikasi sebagai non-biner, tetapi juga dapat mengakibatkan kesulitan dalam memperoleh dokumen identifikasi yang sah. Ini dapat memperparah kondisi diskriminasi yang sudah ada, serta menimbulkan kebingungan mengenai identitas bagi banyak orang.
Penghapusan gender X mencerminkan pergeseran yang signifikan dalam kebijakan gender di negara yang selama ini diakui sebagai pelopor dalam hak asasi manusia. Keputusan ini mengundang banyak kritik dari aktivis dan organisasi yang memperjuangkan hak-hak gender, yang berpendapat bahwa penghapusan ini bukan hanya langkah mundur, tetapi juga dapat menghilangkan pengakuan terhadap identitas gender yang lebih luas dalam masyarakat.
Sebagai tambahan, perubahan ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang masa depan kategori gender dalam dokumen resmi. Banyak orang merasakan pentingnya mendapatkan pengakuan yang layak terhadap identitas mereka, sehingga memunculkan harapan agar kebijakan ini dapat direvisi di masa mendatang.
Di tengah dinamika ini, penting bagi masyarakat untuk terus berdiskusi tentang isu-isu gender dan hak asasi manusia, serta untuk mendukung individu yang mungkin terdampak oleh perubahan kebijakan ini. Transformasi dalam pengakuan identitas gender bukan hanya tentang label, tetapi juga tentang menghormati keberagaman dan mempertahankan hak setiap individu untuk dikenal dan diakui sesuai dengan siapa mereka.