
Gerhana bulan total akan kembali menghiasi langit pada tanggal 14 Maret 2025. Peristiwa astronomis ini, setelah terakhir kali terjadi pada tahun 2022, merupakan saat yang dinantikan banyak orang. Gerhana bulan total terjadi ketika bumi berada tepat di antara matahari dan bulan, sehingga cahaya matahari terhalang dan tidak mencapai permukaan bulan. Akibatnya, bulan akan tampak meredup dan berubah warna menjadi merah kecokelatan, fenomena yang sering dikenal dengan sebutan "blood moon".
Menurut informasi yang disampaikan oleh NASA, gerhana bulan total ini akan dimulai pada pukul 03.57 UTC (10.57 WIB) dan berlangsung hingga pukul 10.00 UTC (17.00 WIB). Dari keseluruhan durasi tersebut, fase totalitas yang menakjubkan akan berlangsung hampir dua jam. Pada puncaknya, yang terjadi sekitar pukul 06.58 UTC (13.58 WIB), hampir 99,98 persen bulan akan tertutup oleh bayangan bumi, menciptakan momen yang menjadi daya tarik bagi pengamat langit di seluruh dunia.
Gerhana bulan yang dinanti-nanti ini tidak hanya akan dapat disaksikan dari Indonesia, namun juga dari berbagai wilayah di bagian barat dunia, seperti Amerika Utara dan Selatan. Negara-negara seperti Kanada, Meksiko, Brasil, dan Argentina termasuk dalam lokasi yang dapat melihat fenomena ini secara langsung. Selain itu, beberapa negara Eropa Barat seperti Spanyol, Prancis, dan Inggris juga akan berkesempatan melihat gerhana sebelum bulan terbenam.
Durasi total fenomena gerhana bulan akan berlangsung selama enam jam dan dapat dibagi menjadi sejumlah fase yang menarik, antara lain:
Fase Gerhana Penumbra: Bulan mulai memasuki area bayangan bumi, yang membuatnya tampak lebih redup, tetapi belum sepenuhnya tertutup bayangan.
Fase Totalitas: Bulan sepenuhnya berada dalam bayangan bumi selama hampir dua jam. Saat fase ini terjadi, cahaya yang memasuki atmosfer bumi akan membiaskan dan memberi warna kemerahan pada bulan.
- Fase Gerhana Sebagian: Setelah fase totalitas, bulan perlahan keluar dari bayangan umbra dan kembali ke kondisi normal.
Fenomena ini akan menjadi spesial, terutama karena akan jatuh pada bulan Ramadan dalam kalender Hijriyah. Ramadan adalah bulan yang diisi dengan ibadah, puasa, dan amal bagi umat Islam. Sejumlah umat Islam di negara-negara yang dapat menyaksikan gerhana bulan ini berkesempatan untuk mengaitkan pengalaman tersebut dengan kekhusukan ibadah mereka, seperti melakukan salat khusuf atau salat gerhana yang dianjurkan.
Bagi umat Muslim di Indonesia, meskipun tidak bisa menyaksikan gerhana ini secara langsung, mereka tetap dapat merasakan suasana spiritual yang mirip dengan kerinduan akan keagungan ciptaan Tuhan. Selain sebagai sebuah fenomena astronomi, gerhana bulan total juga dapat menjadi saat untuk refleksi dan menumbuhkan rasa syukur.
Secara teknis, ketika gerhana bulan berlangsung, diameter sudut bulan akan mencapai sekitar 1.786,4 detik busur pada jarak 401.209 km dari bumi, yang setara dengan 31,45 diameter bumi. Koordinat bulan pada saat gerhana menunjukkan bahwa posisinya sangat spesifik, yaitu pada Asensio Rekta 11 jam 31 menit 29 detik dan Deklinasi 4° 35′ 55".
Meskipun tidak semua wilayah dapat menyaksikan keindahan bulan merah ini, peristiwa langka ini tetap menarik perhatian astronom dan masyarakat umum. Keterhubungan antara fenomena alam dan momen keagamaan menambah kedalaman makna dari event ini. Dengan demikian, meskipun Indonesia tidak tampil dalam spotlight penuh gerhana bulan total, semangat untuk menyaksikan keajaiban langit akan terus terpancar dalam benak umat yang berpuasa dan beribadah.