Mengenal PFA: Teknologi Canggih Atasi Gangguan Irama Jantung

Penyakit jantung tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia, menjadi penyebab utama kematian setiap tahunnya. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 17 juta orang di seluruh dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Di tanah air, Institute for Health Metrics and Evaluation mencatat, setidaknya 651.481 kematian per tahun disebabkan oleh kardiovaskular, termasuk penyakit jantung koroner dan stroke.

Salah satu gangguan yang signifikan adalah aritmia, terutama fibrilasi atrium (FA), yang diperkirakan menyerang lebih dari tiga juta orang di Indonesia. FA adalah kondisi di mana serambi jantung (atrium) berdenyut tidak teratur dan sangat cepat, bisa mencapai lebih dari 400 kali per menit. Hal ini meningkatkan risiko penggumpalan darah, yang bisa berujung pada stroke. Pasien dengan FA memiliki kemungkinan 4 hingga 5 kali lipat mengalami stroke dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kondisi ini.

Gejala yang sering dialami penderita FA meliputi palpitasi atau jantung berdebar-debar, pusing, nyeri dada, dan kelelahan. Penyebab aritmia ini bervariasi, mulai dari kelainan struktural jantung, hipertensi, gangguan tiroid, hingga efek samping obat-obatan tertentu. Dokter jantung, dr. Dicky Armein Hanafy, menekankan pentingnya deteksi dini untuk mengatasi gangguan irama jantung ini secara efektif.

Di tengah dinamika penanganan aritmia, teknologi medis terbaru, yakni Pulsed Field Ablation (PFA), telah diperkenalkan di Indonesia. Heartology Cardiovascular Hospital menjadi rumah sakit pertama yang mengadopsi PFA sebagai metode pengobatan FA. Direktur rumah sakit tersebut, Dr. Faris Basalamah, menjelaskan bahwa kehadiran PFA merupakan langkah maju dalam pelayanan kardiologi, membawa layanan kesehatan jantung Indonesia ke standar internasional.

PFA menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan metode ablasi konvensional. Pertama, PFA memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi dan efektivitas yang sama baiknya untuk mengobati pasien yang mengalami fibrilasi atrium persistens dan non-persisten. Hal ini berkat mekanisme kerja PFA yang menggunakan electroporation untuk menghancurkan jaringan target tanpa merusak jaringan sekitar, berbeda dengan ablasi thermal yang menggunakan energi panas atau dingin.

Dalam uji coba pertamanya, PFA telah diterapkan pada pasien berusia 65 tahun asal Sumatera Barat yang telah lama menderita FA. Pasien ini mengalami gejala berdebar, dada tidak nyaman, dan kelelahan, serta telah menjalani berbagai pengobatan sebelumnya namun tidak membuahkan hasil. Setelah dirujuk ke Heartology, pasien berhasil menerima tindakan PFA, yang diyakini oleh dr. Sunu Budhi Raharjo sebagai “game changer” dalam pengobatan FA.

Adapun dengan implementasi teknologi PFA, Heartology Cardiovascular Hospital semakin memperkuat posisinya sebagai pelopor dalam layanan kardiologi di Indonesia. Teknologi ini tidak hanya memberikan harapan baru bagi pasien dengan gangguan irama jantung, tetapi juga menunjukkan komitmen rumah sakit dalam memberikan perawatan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

Dengan keunggulan dan inovasi yang ditawarkan oleh PFA, diharapkan pengobatan fibrilasi atrium dapat menjadi lebih efektif dan aman, membantu pasien dalam melakukan pemulihan lebih cepat dan mengurangi risiko komplikasi. Hal ini sejalan dengan upaya untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit jantung yang terus menjadi perhatian besar di Indonesia.

Exit mobile version