Mengenal Sejarah Hari Pers Nasional 9 Februari, Pentingnya untuk Kita

Hari Pers Nasional (HPN) yang diperingati setiap tanggal 9 Februari secara resmi merupakan day of tribute bagi para jurnalis serta menggambarkan perjalanan sejarah panjang pers di Indonesia. Penetapan hari ini sebagai HPN berlandaskan pada Surat Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985. HPN bukan hanya tentang merayakan profesi jurnalis tetapi juga momen untuk merefleksikan peran penting pers dalam masyarakat.

Dalam catatan sejarah, pers di Indonesia telah ada jauh sebelum merdeka. Sejak abad ke-18, masyarakat Belanda yang tinggal di Indonesia mulai memperkenalkan penerbitan surat kabar. Surat kabar pertama yang muncul di Tanah Air adalah Bataviase Nouvelles, yang terbit dari Agustus 1744 hingga Juni 1746. Seiring berjalannya waktu, pers semakin berkembang dan berfungsi sebagai alat perjuangan bagi para tokoh pergerakan, termasuk mereka yang memperjuangkan kemerdekaan.

Salah satu sosok penting dalam sejarah pers Indonesia adalah Tirto Adhi Soerjo, yang dianggap sebagai Bapak Pers Indonesia. Tirto lahir di Blora pada tahun 1880 dan mendirikan surat kabar Medan Prijaji pada tahun 1907. Media ini menggunakan bahasa Melayu dan berfungsi sebagai saluran bagi masyarakat untuk mengekspresikan aspirasi, mengirimkan tulisan, serta melaporkan ketidakberesan di berbagai sektor. Tirto menjadikan media sebagai sarana perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda.

Selain Tirto, juga terdapat tokoh penting lainnya, Ruhana Kuddus, yang dikenal sebagai wartawan wanita pertama di Indonesia. Ia memiliki peranan signifikan dalam gerakan emansipasi perempuan. Pada awal 1900-an, Ruhana mendirikan surat kabar Soenting Melajoe yang memberikan ruang bagi pemikiran dan perjuangan perempuan. Melalui surat kabar ini, ia memperjuangkan hak-hak perempuan dan mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia di Sumatera Barat untuk mendukung pendidikan kaum perempuan.

Wartawan Indonesia, baik pria maupun wanita, telah memainkan peran sebagai patriot dalam perjuangan kemerdekaan. Pada 9 Februari 1964, aspirasi dan perjuangan para jurnalis ini disatukan dalam wadah bernama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Keberadaan PWI menandai persatuan wartawan seluruh Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara. Sejak saat itu, PWI menjadi simbol semangat pers yang tak tergoyahkan dalam mengangkat integritas bangsa.

Di zaman yang semakin kompleks saat ini, tantangan yang dihadapi pers juga semakin beragam. Mulai dari isu kebebasan berekspresi, perlindungan terhadap jurnalis, hingga penyebaran informasi hoaks yang semakin marak. HPN menjadi momen penting untuk pengingat dan refleksi mengenai tugas dan tanggung jawab pers, serta penghargaan terhadap perjuangan kebebasan pers yang telah berlangsung selama ini.

Perayaan HPN tahun ini pun mengusung tema refleksi atas sejarah dan peran pers dalam mendukung demokrasi serta pembangunan sosial di Indonesia. Para jurnalis diharapkan untuk terus berkontribusi positif, baik melalui karya tulis maupun peliputan yang objektif dan berimbang. Tak hanya itu, peran serta masyarakat luas juga diharapkan dapat meningkat dalam mendukung terhadap kebebasan pers dan menumbuhkan kesadaran bahwa informasi yang akurat dan terpercaya sangat penting bagi masyarakat.

Sebagai penanda hari bersejarah, HPN menyampaikan bahwa pers memiliki tugas besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga demokrasi. Dengan demikian, sejarah mencatat betapa pentingnya pers bagi Indonesia, baik di masa lalu maupun di masa mendatang. Upaya untuk terus mempertahankan kebebasan pers dan kualitas jurnalistik yang baik harus menjadi komitmen bersama, demi masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada akhirnya, melalui HPN, kita semua diajak untuk semakin menghargai dan mendukung peran pers dalam menciptakan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Exit mobile version