Salah satu proyek industri pertambangan nikel yang dinanti-nanti di Indonesia, Smelter Merah Putih, segera memulai operasinya di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Proyek ini dikelola oleh PT Ceria Nugraha Indotama, yang berkomitmen untuk menggunakan energi bersih dalam proses produksinya. Menurut Djen Riza, Deputy President Director Ceria Group, Smelter Merah Putih direncanakan untuk menghasilkan produk nikel ramah lingkungan atau yang dikenal sebagai “green nickel product”, yang akan memenuhi permintaan pasar global.
Smelter Merah Putih telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan berfungsi sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas). Sertifikasi ini menunjukkan pentingnya proyek ini bagi perekonomian nasional. Saat ini, tahap pembangunan smelter sudah mencapai 97,05% setelah dimulai sejak tahun 2019. Ceria Group saat ini tengah menyelesaikan teknologi pengolahan bijih nikel dengan menggunakan Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), di samping persiapan untuk konstruksi sistem High-Pressure Acid Leach (HPAL).
Latar belakang pembangunan Smelter Merah Putih berkaitan erat dengan program hilirisasi yang digagas oleh pemerintah Indonesia. “Smelter Merah Putih ini menjadi komitmen Ceria melaksanakan program hilirisasi pemerintah,” ujar Djen Riza. Ia juga menambahkan bahwa proyek ini diharapkan memberikan nilai tambah bagi ekonomi lokal dan nasional, sebagaimana diamanatkan dalam program Asta Cita yang digagas Presiden Prabowo Subianto.
Sekretaris Daerah Sulawesi Tenggara, Asrun Lio, menyampaikan optimisme mengenai segera beroperasinya smelter ini. “Progres PSN Smelter Merah Putih sangat signifikan. Saya yakini, smelter Ceria ini akan beroperasi penuh pada April 2025,” ujarnya saat meninjau lokasi pembangunan. Dalam kesempatan tersebut, Asrun juga mengapresiasi dampak positif yang ditimbulkan dengan ribuan lapangan kerja yang telah tercipta bagi masyarakat dari berbagai suku di Indonesia.
Dari data Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Tenggara, kita bisa melihat bahwa pencapaian target proyek diukur berdasarkan 13 indikator, termasuk:
1. Penyiapan proyek
2. Penyediaan lahan
3. Tata ruang
4. Pendanaan proyek
5. Jaminan pemerintah
6. Perizinan/nonperizinan
7. Pengutamaan komponen dalam negeri
8. Pembangunan fisik
9. Pengawasan dan pengendalian proyek
10. Regulasi proyek
11. Cipta kerja
12. Pemanfaatan
Asrun Lio menambahkan bahwa penggunaan energi bersih dalam proses produksi smelter ini sangat diapresiasi. Smelter ceria memanfaatkan energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bakaru, yang telah mengantongi Sertifikat Energi Terbarukan. “Ini adalah langkah maju yang sangat signifikan dalam menjaga ketahanan dan keberlanjutan lingkungan,” jelasnya.
Sebagai bukti dari komitmen Ceria Group terhadap tenaga kerja lokal, Penjabat Bupati Kolaka, Muh Fadliansyah, menegaskan bahwa proyek ini telah menyerap 100% tenaga kerja dari masyarakat setempat. “Ceria telah berkontribusi besar di Kabupaten Kolaka. Semua masyarakat di Wolo sudah terlibat sebagai tenaga kerja di perusahaan,” katanya.
Dengan pendekatan yang ramah lingkungan dan komitmen untuk memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, Smelter Merah Putih diharapkan tidak hanya menjadi pilar industri nikel di Indonesia, tetapi juga menjadi teladan bagi proyek-proyek industri lainnya dalam mengintegrasikan keberlanjutan dengan pengembangan ekonomi lokal. Proyek ini menjadi bagian penting dalam memajukan industri nikel Indonesia di kancah internasional.