Menkeu AS Peringatkan: Aksi Balasan Tarif Trump Hanya Rugikan

Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Scott Bessent, baru-baru ini mengeluarkan peringatan kepada mitra dagang internasional untuk menghindari aksi balasan terhadap tarif impor yang baru-baru ini diumumkan oleh Presiden Donald Trump. Dalam wawancara dengan Fox News, Bessent menyarankan agar negara-negara tersebut “duduk, terima saja, dan mari kita lihat bagaimana kelanjutannya,” merujuk pada kebijakan tarif yang berpotensi memicu ketegangan perdagangan global.

Pengumuman tarif yang dilakukan oleh Trump, yang disebut ‘Hari Pembebasan’, berlaku efektif pada berbagai produk impor dan diperkirakan akan memperburuk ketegangan di pasar global. Rencana tersebut meliputi pemberian tarif dasar sebesar 10% yang mulai berlaku pada 5 April 2025, dan tarif timbal balik yang akan diterapkan satu minggu setelahnya, pada 9 April. Selain itu, tarif 25% yang ditujukan untuk mobil dan truk dijadwalkan berlaku pada 3 April, diikuti oleh tarif serupa untuk suku cadang mobil pada 3 Mei.

Daftar negara yang terkena dampak tarif timbal balik tersebut meliputi sejumlah negara besar seperti China dengan 34%, India 26%, Jepang 24%, Korea Selatan 25%, dan Afrika Selatan 30%. Trump juga memberlakukan bea masuk sebesar 20% pada barang-barang yang berasal dari Uni Eropa, yang ia sebut sebagai “pedagang yang sangat tangguh.”

Reaksi terhadap kebijakan baru ini tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari pemimpin dunia lainnya. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyebutkan bahwa langkah Trump merupakan “pukulan besar bagi ekonomi dunia” dan memperingatkan bahwa konsekuensinya dapat “mengerikan bagi jutaan orang di seluruh dunia.” Von der Leyen juga menegaskan kesiapan Uni Eropa untuk bernegosiasi namun tidak menutup kemungkinan untuk membalas kebijakan tersebut jika diperlukan.

Kanselir Jerman, Olaf Scholz, juga mengungkapkan kritik serupa, menilai keputusan Trump sebagai “pada dasarnya salah” dan menyebutnya sebagai serangan terhadap sistem perdagangan yang sudah ada. Ia menegaskan kebutuhan akan kerja sama ketimbang konfrontasi, menyatakan, “Kami menginginkan kerja sama, bukan konfrontasi, dan akan membela kepentingan kami.”

Kementerian Perdagangan China pun tidak ketinggalan dalam memberikan tanggapan, dengan seruan bagi AS untuk “segera” mencabut tarif sepihak tersebut dan menyelesaikan perselisihan perdagangan melalui dialog yang berimbang. Kementerian menegaskan bahwa tidak ada pemenang dalam perang dagang dan menekankan bahwa proteksionisme hanya akan menambah masalah.

Di tengah semua reaksi yang muncul, Bessent tetap pada pendiriannya bahwa merespons dengan merebut kembali tarif akan berpotensi meningkatkan ketegangan dan eskalasi yang lebih lanjut. Sebagai bagian dari strategi ekonomi jangka panjang, ia berpendapat bahwa pendekatan yang lebih tenang dan restrukturalisasi dialog perdagangan perlu diperhatikan.

Kekhawatiran mengenai perang dagang ini menciptakan gelombang ketidakpastian baik di pasar keuangan maupun di antara pelaku bisnis, yang merasa terjebak di tengah konflik kebijakan perdagangan ini.

Tarif yang diterapkan AS dapat mengguncang pasokan barang global dan menimbulkan dampak serius bagi negara-negara yang menjadi mitra dagangnya. Dalam situasi seperti ini, penegakan tarif oleh AS dan potensi balasan dari negara lain bisa menyebabkan siklus yang terus berputar antara proteksionisme dan tuntutan untuk dialog.

Dengan langkah-langkah yang diambil oleh AS, banyak pakar ekonomi mendorong perlunya solusi yang lebih konstruktif dan kooperatif, untuk menghindari dampak negatif yang lebih luas bagi ekonomi dunia. Ketakutan akan kemungkinan terjadinya perang dagang yang lebih besar sangat menghantui para pelaku pasar dan menjadikan stabilitas ekonomi global sebagai prioritas penting yang perlu segera diaddress.

Berita Terkait

Back to top button