
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid memberikan tanggapan terkait rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengubah aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam menghadapi tantangan kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Dalam sebuah wawancara setelah penandatanganan nota kesepahaman Rumah Subsidi untuk Wartawan di Jakarta Pusat pada Selasa (8/4), Meutya menjelaskan bahwa pendekatan yang diusulkan oleh Prabowo bukanlah untuk mengurangi TKDN, melainkan mencari solusi yang lebih baik.
Menurut Meutya, Prabowo menekankan perlunya fleksibilitas dalam menetapkan TKDN agar sesuai dengan kondisi nyata industri. “Bahasa beliau (Prabowo) itu tepatnya bukan dikurangi tetapi dicari solusi. Jadi TKDN-nya itu dicari bagaimana solusinya,” ungkapnya. Ia juga memberikan contoh konkret tentang bagaimana perusahaan teknologi, seperti Apple, dapat memenuhi persyaratan TKDN melalui investasi di bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, bukan hanya dengan memproduksi barang di dalam negeri.
Permintaan Prabowo untuk merevisi aturan TKDN sangat relevan mengingat regulasi terkait sudah tercantum dalam Peraturan Kementerian Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017, yang mengatur ketentuan dan tata cara perhitungan nilai TKDN untuk produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet. Dalam regulasi ini, pemerintah memberikan tiga skema untuk memenuhi TKDN, yaitu:
- Skema Manufaktur: Pembuatan produk di dalam negeri atau pembangunan pabrik.
- Skema Aplikasi: Pengembangan aplikasi di Indonesia.
- Skema Inovasi: Mendidirikan Pusat Inovasi dengan penanaman modal baru atau menyerahkan proposal pengembangan inovasi untuk teknologi informasi dan komunikasi dalam negeri.
Dalam silaturahmi ekonomi yang berlangsung juga pada hari yang sama, Prabowo meminta agar ketentuan TKDN tidak diterapkan secara kaku, terutama jika hal itu dapat mengganggu daya saing produk lokal. "Niat kebijakan TKDN baik, yakni mengedepankan nasionalisme. Namun kami harus realistis,” tegas Prabowo. Dia menegaskan pentingnya keadilan dalam penerapan kebijakan ini, agar tidak membebani sektor manufaktur yang tengah berjuang untuk bersaing di pasar domestik dan internasional.
Presiden Prabowo juga mengusulkan pendekatan insentif sebagai alternatif bagi pengusaha lokal, yang dianggap lebih efektif daripada memaksakan target kandungan lokal yang mungkin terlalu tinggi. Dalam kesempatan itu, ia langsung meminta kepada para menterinya untuk merumuskan regulasi TKDN yang sesuai dengan kapasitas industri dalam negeri. "Tolong para menteri, sudah lah. TKDN dibikin yang realistis saja. Masalah ini luas, menyangkut kemampuan dalam negeri, pendidikan, iptek, sains. Ini nggak bisa diselesaikan hanya dengan regulasi," ungkapnya, menunjukkan keprihatinan terhadap keberlangsungan industri domestik.
Pernyataan Prabowo mencerminkan respon terhadap masukan dari Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, yang menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi ekonomi Indonesia, termasuk tekanan fiskal yang meningkat, nilai tukar rupiah yang tidak stabil, dan risiko deindustrialisasi. Dalam konteks ini, perubahan kebijakan TKDN diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih seimbang dan progresif.
Dengan adanya angin segar dalam pembahasan mengenai aturan TKDN ini, harapannya para pelaku industri dapat lebih mudah menjalankan kegiatan usaha mereka tanpa merasa terbebani oleh persyaratan yang terlalu kaku. Strategi yang lebih fleksibel dan solutif ini diharapkan dapat mendorong inovasi serta meningkatkan daya saing produk lokal di tengah persaingan global yang semakin ketat.