Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan instruksi untuk tidak menindak pedagang eceran Minyakita terkait kasus manipulasi takaran. Menurut Amran, Presiden menekankan bahwa pihak kepolisian seharusnya fokus pada produsen yang melakukan pelanggaran, bukan pada pengecer yang umumnya tidak mengetahui adanya manipulasi dalam produk yang mereka jual.
Amran menjelaskan, “Pesan terpenting, jangan menindak pengecer di ujung. Yang kita tindak adalah produsennya. Pengecer ini masyarakat kecil yang hanya cari untung Rp 100 sampai Rp 1.000. Itu pesan Bapak Presiden,” ujar Amran dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/3/2025). Presiden Prabowo ingin agar tindakan ini memberikan perlindungan kepada pedagang kecil yang ada di lapangan, sehingga mereka tidak terbebani oleh kesalahan yang bukan merupakan tanggung jawab mereka.
Adanya penyelewengan takaran Minyakita yang terjadi di lapangan menjadi sorotan serius. Amran menegaskan bahwa tindakan tegas harus diambil terhadap produsen yang mencurangi takaran minyak. Dikhawatirkan, jika praktik ini dibiarkan, akan menjadi kebiasaan buruk yang berpotensi merugikan rakyat, menghambat kemajuan ekonomi, serta merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Mentan Amran mencatat, dalam pemeriksaan lapangan yang dilakukan, pihak kepolisian menemukan penyelewengan sebanyak 10 ton minyak goreng bersubsidi. Iuran minyak dalam kemasan yang seharusnya 1 liter ternyata hanya berisi 750 mililiter, atau dengan kata lain, mengandung pengurangan sebesar 25%. Ia mengingatkan, “Bayangkan jika penyunatan ini terjadi pada satu hingga dua juta ton minyak goreng, berapa besar kerugian rakyat Indonesia?” Situasi ini jelas memenuhi syarat untuk penegakan hukum yang serius terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Adapun produsen yang diduga terlibat praktik manipulasi takaran Minyakita termasuk PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN), dan PT Tunasagro Indolestari. Ketiga perusahaan ini kepergok menjual minyak goreng dalam kemasan yang seharusnya berisi 1 liter, tetapi faktanya hanya berisi antara 750 hingga 800 mililiter. Amran pun menegaskan, “Begitu ditemukan bersalah dalam pengecekan, langsung tindak tegas.”
Selain masalah takaran, Amran juga menyoroti praktik illegal lainnya, yaitu penjualan Minyakita di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditentukan sebesar Rp 15.700 per liter. Praktik ini semakin membebani masyarakat kecil yang berharap mendapatkan produk berkualitas dengan harga terjangkau.
Dalam konteks ini, pemerintah berharap melalui tindakan tegas yang diambil terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran, bisa mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Hal ini juga diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan dan program subsidi pemerintah.
Dari penjelasan ini, terlihat jelas bahwa langkah yang diambil oleh pemerintah adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat kecil dan memastikan bahwa distribusi dan kualitas produk yang beredar di pasaran tetap terjaga. Dengan fokus pada produsen dan menyediakan perlindungan bagi pengecer, diharapkan kasus-kasus manipulasi takaran seperti ini dapat diminimalisir di masa mendatang.