Meta kini menghadapi tuduhan serius terkait penggunaan buku bajakan dalam pengembangan model kecerdasan buatan (AI) mereka, Llama. Gugatan yang diajukan pada 8 Januari 2025 di pengadilan federal California ini melibatkan sejumlah penulis terkenal, termasuk Ta-Nehisi Coates dan komedian Sarah Silverman. Para penggugat menuduh bahwa perusahaan yang dipimpin oleh CEO Mark Zuckerberg ini secara sengaja menggunakan versi bajakan dari buku-buku berhak cipta tanpa izin, yang merupakan pelanggaran serius terhadap undang-undang hak cipta.
Tuduhan ini muncul di tengah peningkatan perhatian terhadap etika dan legalitas dalam pengembangan model AI. Dalam gugatannya, para penulis mengklaim bahwa Meta telah memanfaatkan dataset dari LibGen, sebuah situs yang dikenal menyediakan akses gratis terhadap jutaan buku bajakan. Meskipun terdapat kekhawatiran internal di kalangan tim eksekutif AI Meta mengenai penggunaan konten dari LibGen, proses pelatihan model Llama dilanjutkan dengan persetujuan langsung dari Zuckerberg.
Para penulis dalam gugatan tersebut menekankan beberapa poin penting terkait dugaan mereka:
Penggunaan Konten Tanpa Izin: Mereka menuduh bahwa Meta mengembangkan AI-nya dengan menggunakan buku-buku yang belum mendapatkan izin untuk digunakan, melanggar hak cipta penulis.
Tanggung Jawab CEO: Gugatan menyatakan bahwa Zuckerberg, sebagai CEO, seharusnya mengetahui dan menyetujui penggunaan buku-buku bajakan tersebut, menunjukkan bahwa ini bukan hanya keputusan tingkat menengah, tetapi keputusan manajerial yang disengaja.
Bukti Baru: Dalam gugatan terbaru ini, para penulis menyertakan bukti baru yang menguatkan klaim mereka, termasuk informasi yang menunjukkan adanya keterlibatan langsung Zuckerberg dalam keputusan untuk menggunakan konten bajakan.
- Kasus yang Kompleks: Gugatan ini menambah tingkat kompleksitas pada kasus hukum yang sudah ada sebelumnya, di mana hakim distrik AS Vince Chhabria sebelumnya telah membatalkan klaim bahwa teks yang dihasilkan oleh chatbot Meta melanggar hak cipta penulis. Namun, dengan adanya bukti baru ini, pengadilan mengizinkan para penggugat untuk mengajukan pengaduan yang telah direvisi.
Pada sidang yang berlangsung baru-baru ini, hakim Chhabria menyatakan bahwa ada kemungkinan bagi para penulis untuk menghadirkan argumen yang lebih kuat. Meskipun demikian, hakim juga menunjukkan keraguan terhadap substansi klaim yang diusulkan, termasuk tuduhan penipuan dan pelanggaran hak cipta.
Keputusan penting lainnya terkait kasus ini terjadi pada September 2024, ketika pengadilan mengizinkan pengacara para penulis untuk menginterogasi Zuckerberg secara langsung tentang dugaan pelanggaran hak cipta. Ini adalah langkah signifikan mengingat betapa jarangnya CEO dari perusahaan besar seperti Meta dihadapkan pada pertanyaan hukum yang berkaitan dengan tindakan perusahaan mereka.
Skandal ini tidak hanya memunculkan pertanyaan seputar dengan etikanya praktik dalam pengembangan teknologi, tetapi juga dapat memicu perdebatan lebih luas tentang bagaimana perusahaan besar menggunakan konten dan data dalam melatih sistem AI mereka. Guna memprediksi dampak dari kasus ini, penting untuk mencermati bagaimana pengadilan akan menangani bukti baru yang telah diajukan serta kemungkinan langkah hukum lebih lanjut yang dapat diambil oleh para penulis.
Meta, di tengah tekanan ini, akan berjuang untuk mempertahankan reputasi dan integritasnya sebagai pemimpin dalam inovasi teknologi. Keputusan hukum mendatang tidak hanya akan mempengaruhi nasib gugatan yang tengah berjalan, tetapi juga dapat membawa efek jangka panjang terhadap industri AI secara keseluruhan, terutama terkait dengan penggunaan data dan hak kekayaan intelektual. Seluruh kasus ini menjadi titik fokus dalam pembahasan mengenai batasan moral dan hukum yang harus dihadapi oleh para pelaku industri teknologi.