
Dua atlet putri muaythai asal Kabupaten Bekasi, Adisty Gracella Lolaroh dan Dzakiah Apypah Ghanie, harus menghadapi kenyataan pahit setelah berhasil meraih medali di Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumatera Utara 2024. Keduanya seharusnya mendapatkan bonus dari Pemerintah Kabupaten Bekasi, tetapi hingga saat ini, bonus tersebut belum juga diterima.
Adisty, yang berhasil merebut medali emas, seharusnya mendapat bonus sebesar Rp 100 juta, sementara Dzakiah Apypah Ghanie, yang menyabet medali perunggu, dijanjikan bonus sebesar Rp 40 juta. Namun, realisasinya jauh dari harapan. “Iya enggak turun bonusnya,” ungkap Adisty saat dihubungi oleh awak media pada Senin, 24 Februari 2025.
Kejanggalan ini berawal ketika Adisty mendapatkan informasi dari rekannya bahwa pencairan bonus akan dilakukan pada 3 Februari 2025. Dia terkejut dan merasa tidak pernah mendapatkan informasi resmi mengenai hal tersebut. Untuk memastikan, Adisty menghubungi Ketua Pengurus Muaythai Kabupaten Bekasi, Stevano Rumagit, pada 29 Januari 2025. Alih-alih mendapat kabar baik, ia justru mendapati berita buruk bahwa namanya dicoret dari daftar atlet muaythai tanpa penjelasan yang jelas.
Pengalaman pahit ini tidak hanya dirasakan oleh Adisty. Dzakiah juga merasakan kekhawatiran serupa. Adisty mencoba mengklarifikasi situasi ini dan berulang kali menghubungi pengurus lainnya. Dia diminta untuk datang ke kantor KONI Kabupaten Bekasi pada 31 Januari 2025, namun ketika tiba di sana, dia diberitahu bahwa namanya sudah dicoret dari daftar penerima bonus.
Dalam sebuah cuplikan percakapan, Adisty mengekspresikan kekecewaannya, “Gimana sih, kan kita punya hubungan baik, kok bisa tiba-tiba dikeluarin, gitu.” Hal ini menunjukkan betapa mendalamnya rasa kecewa yang dialaminya. Meskipun telah berkontribusi besar bagi daerahnya dengan menyumbangkan medali di berbagai kejuaraan, termasuk medali emas di PON Jawa Barat 2016 dan Porda Bogor 2018, perlakuan ini dirasakannya sangat tidak adil.
Adisty dan Dzakiah tidak hanya mewakili Kabupaten Bekasi, tetapi juga telah mengharumkan nama daerah di pentas nasional. Banyak pihak berharap agar prestasi mereka dihargai dengan sepatutnya. Namun, saat ini, harapan tersebut tampak semakin samar. Adisty masih berusaha untuk mendapatkan haknya sebagai atlet yang berprestasi. “Kalau memang dikeluarkan, hak saya yang kemarin kan sudah saya jalankan,” tegasnya.
Kasus ini memunculkan beberapa polemik yang perlu dicermati lebih lanjut, khususnya terkait:
1. Transparansi Pemerintah: Bagaimana pemerintah daerah memberikan informasi dan dukungan kepada atlet yang berprestasi?
2. Pembinaan Atlet: Apakah sistem pembinaan yang ada saat ini sudah maksimal dalam mendukung karir atlet?
3. Tanggung Jawab Pengurus: Sejauh mana pengurus cabang olahraga bertanggung jawab terhadap nasib atlet yang telah berprestasi?
Podme.id yang berupaya mengonfirmasi masalah ini kepada pengurus muaythai Kabupaten Bekasi belum mendapatkan tanggapan resmi. Situasi ini menggambarkan kondisi yang memprihatinkan bagi atlet muda dan talenta berbakat di Indonesia, termasuk di Kabupaten Bekasi.
Dukungan kepada atlet seharusnya tidak hanya bersifat formal, tetapi juga mencakup penghargaan atas usaha dan dedikasi mereka. Pemberian bonus bukan sekadar fasilitas, tetapi juga pengakuan dan motivasi bagi atlet untuk terus berkarya dan berprestasi. Dengan harapan, semoga kisah Adisty dan Dzakiah menjadi perhatian bagi stakeholders olahraga di Indonesia agar kejadian serupa tidak terulang di masa yang akan datang.