
Kondisi infrastruktur jalan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali menjadi sorotan masyarakat. Baru-baru ini, sebuah insiden tragis melibatkan proses pengantaran jenazah bayi yang meninggal dunia di Desa Fatunaus. Tindakan membawa peti jenazah dengan menggunakan sepeda motor bukanlah sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan akibat jalanan yang rusak dan jembatan yang terputus. Situasi ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi penduduk lokal dalam mengakses layanan kesehatan dan menghadapi kematian.
Di Desa Fatunaus, seorang ibu, Ofi Marlin Kunua, berbagi pengalamannya saat harus mengantar peti jenazah bayinya. Dalam perjalanan yang memakan waktu 10 jam, mereka harus melewati jalur yang sulit, termasuk sungai dan jalan berbatu. Menurut Ofi, jalan menuju rumah sakit di Kupang sangat menantang, “Jalan dari kampung kami itu mendaki gunung, turun gunung. Jalan berbatu, apalagi saat itu hujan deras. Di atas mobil bak terbuka yang kami tumpangi, nafas saya sesak sekali seperti nafas mau berhenti.”
Sayangnya, Ofi tiba di rumah sakit terlambat, dan bayinya tidak dapat diselamatkan. Dalam perjalanan yang melelahkan dan berbahaya tersebut, peti jenazah terpaksa diangkut dengan motor, mencerminkan betapa tidak memadainya infrastruktur yang ada. Ofi menggambarkan rasa sakitnya saat kehilangan, ditambah dengan kesulitan fisik yang harus dihadapi saat mengangkut peti jenazah.
Bukan hanya Desa Fatunaus yang mengalami masalah serupa. Warga Desa Fatuleu Barat juga menghadapi tantangan berat ketika harus membawa jenazah melalui 7 sungai yang harus dilalui selama 7 jam. Ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan infrastruktur jalan selama bertahun-tahun membuat situasi ini semakin parah. Banyak jembatan yang telah putus sejak 3 tahun lalu dan belum ada tanda-tanda perbaikan, sehingga masyarakat kesulitan dalam mengakses kendaraan dari Kupang menuju Amfoang.
Seorang pedagang lokal, Dani Ratu, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kondisi jalan yang semakin parah. “Ada beberapa jembatan yang putus sejak 3 tahun lalu tapi tidak diperbaiki. Ada juga yang putus saat hujan badai Januari lalu. Sehingga sekarang sulit sekali akses kendaraan dari Kupang menuju ke Amfoang,” ungkap Dani, menyoroti perlunya upaya dari pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur demi keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Situasi ini menjadi gambaran yang sangat jelas tentang tantangan yang dihadapi oleh warga Kabupaten Kupang dalam sehari-hari, terutama dalam hal akses ke layanan kesehatan. Saat bencana seperti ini terjadi, banyak warga yang merasa terjebak dalam kondisi yang tidak manusiawi, di mana jarak untuk mendapatkan perawatan medis jauh dan sulit, bahkan bisa berakibat fatal.
Persoalan rusaknya infrastruktur di Kabupaten Kupang tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi juga memengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan akses yang terbatas, perdagangan menjadi tersendat, dan mobilitas sosial masyarakat pun terhambat. Dalam konteks ini, menjadi penting bagi pemerintah daerah dan pusat untuk segera mengambil langkah konkret dalam memperbaiki infrastruktur jalan dan jembatan. Tindakan ini tidak hanya diperlukan untuk memfasilitasi transportasi, tetapi juga untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam menjalani aktivitas sehari-hari, termasuk saat menghadapi situasi darurat seperti kehilangan anggota keluarga.
Masyarakat pun berharap agar kejadian-kejadian tragis semacam ini tidak terulang kembali. Dengan perhatian dan tindakan yang tepat dari pemerintah, diharapkan kondisi infrastrukturnya dapat diperbaiki untuk meningkatkan kualitas hidup warga Kupang.