Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta melaporkan bahwa upaya modifikasi cuaca di Jakarta menunjukkan efektivitas dalam mengurangi banjir di wilayah metropolitan. Namun, pernyataan ini mendapatkan kritik dari peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang menginginkan perhatian serius terhadap dampak modifikasi cuaca tersebut terhadap wilayah lain.
Ahli Klimatologi dan Profesor Riset di Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, mengungkapkan bahwa Modifikasi Cuaca Operasional (OMC) yang dilakukan di Jakarta tidak direkomendasikan saat kondisi cuaca ekstrem. Menurutnya, tindakan tersebut berpotensi menggeser awan dan bisa menyebabkan hujan deras di daerah lain, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam tulisannya, ia memperingatkan bahwa fenomena tersebut dapat menciptakan masalah baru di luar Jakarta, saat awan-awan konvektif yang telah dimodifikasi bergerak menuju wilayah lain yang tidak siap menghadapi hujan lebat.
Erma Yulihastin menyebutkan pentingnya memahami karakteristik awan Mesoscale Convective Complex (MCC), yang merupakan tipe awan sistem konvektif dengan masa hidup yang panjang dan dapat membawa hujan deras, petir, serta fenomena cuaca ekstrem lainnya. "Jika modifikasi sedang dilakukan untuk mengurangi hujan di Jakarta, saat awan MCC banyak muncul di laut utara Jakarta, dampaknya bisa meluas ke wilayah lain," ungkapnya.
Berdasarkan pemaparan Erma, OMC yang telah dilaksanakan di Jakarta sebanyak tiga tahap pada Desember 2024 berhasil mengurangi banjir. Meski hasil tersebut menjanjikan, penting untuk dilihat dari sisi risiko dan dampak jangka panjang bagi daerah lain. Sebagai catatan, OMC dilaksanakan pada tanggal 7-9 Desember, 12-15 Desember, dan 24-31 Desember, dan hasilnya tampaknya sukses untuk Jakarta, dengan tidak adanya banjir pada bulan tersebut.
Namun, efektivitas OMC ini perlu dipertimbangkan dalam konteks yang lebih besar. Dalam cuitan di media sosial, Erma menjelaskan potensi dampak negatif dari modifikasi cuaca tersebut, “Awan tidak memiliki KTP,” tegasnya, menekankan bahwa setiap tindakan modifikasi cuaca di satu lokasi tetap berimplikasi pada daerah lain.
Senada dengan itu, Kepala Pusat Data Informasi Kebencanaan BPBD DKI Jakarta, Mohammad Yohan, menyatakan keyakinan pada OMC sebagai solusi instan untuk permasalahan banjir di Jakarta. Namun, Erma Yulihastin mengingatkan, "Modifikasi cuaca adalah cara paling cepat, namun tidak tepat diterapkan saat cuaca ekstrem karena dapat memicu gangguan yang lebih besar."
Berikut beberapa poin penting terkait modifikasi cuaca di Jakarta dan dampaknya terhadap wilayah lain:
- Operasi Modifikasi Cuaca (OMC): Dilaksanakan tiga kali selama Desember 2024, yang mengklaim berhasil mengurangi banjir.
- Peringatan dari BRIN: Modifikasi cuaca pada saat cuaca ekstrem tidak disarankan, karena bisa mengalihkan hujan deras ke wilayah lain.
- Dampak Luas: Hujan yang dipicu oleh OMC dapat menyebabkan bencana di daerah lain, seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
- Karakteristik Awan MCC: Awan ini berdurasi lama dan sering menghasilkan hujan lebat serta berbagai fenomena cuaca ekstrem.
- Risiko dan Tanggung Jawab: Penting untuk mengevaluasi tindakan modifikasi cuaca dari perspektif risiko terhadap komunitas lain yang mungkin terkena dampak.
Dengan berbagai pertimbangan di atas, jelas bahwa meskipun OMC dapat memberikan manfaat langsung untuk Jakarta, keputusan untuk melanjutkan operasi ini harus diimbangi dengan analisis risiko yang lebih komprehensif. Diskusi mengenai OMC menunjukan perlunya kerjasama dan komunikasi antara berbagai instansi untuk mengantisipasi dampak di luar daerah metropolitan.