
Penipuan menggunakan bukti transfer palsu yang dibuat dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI), seperti ChatGPT, semakin marak di tengah masyarakat. Fenomena ini mulai menarik perhatian luas setelah sejumlah pengguna media sosial membagikan pengalaman mereka terkait modus penipuan ini. Salah satu akun Twitter @unmagnetism menunjukkan bagaimana AI dapat digunakan untuk memanipulasi bukti transfer uang secara digital.
Dalam penipuan ini, pelaku mengunggah gambar bukti transfer ke ChatGPT dan meminta AI untuk mengubah nama serta angka pada dokumen tersebut. Dengan demikian, bukti yang tampaknya sah ini bisa digunakan untuk menipu korban agar mengirimkan uang ke rekening yang sebenarnya palsu. Hal ini menjadi perhatian serius, mengingat banyak orang yang mungkin tidak menyadari adanya penipuan ini, terutama mereka yang kurang paham mengenai teknologi.
Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap modus penipuan menggunakan bukti transfer palsu. BI memberikan sejumlah langkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk menghindari menjadi korban. Berikut ini adalah beberapa tips dari BI:
- Cek dan Verifikasi: Selalu periksa dana yang masuk ke rekening melalui riwayat mutasi di aplikasi m-banking.
- Aktifkan Notifikasi: Aktifkan fitur notifikasi transaksi di perangkat ponsel untuk menerima informasi segera setiap kali ada transaksi.
- Perhatikan Kejanggalan: Cermati setruk bukti transfer, terutama nomor referensi dan tanggal transfer, yang dapat menjadi tanda-tanda penipuan.
- Laporkan ke Bank: Jika dana yang dijanjikan belum diterima, segera laporkan kepada bank.
Bagi mereka yang terlanjur menjadi korban, BI juga menyediakan jalur pengaduan. Nasabah dapat melapor ke contact center bank yang bersangkutan. Jika belum puas, mereka dapat melakukan pengaduan resmi ke BI melalui beberapa kanal seperti email, telepon, atau langsung ke kantor BI terdekat.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, juga menyoroti potensi risiko yang ditimbulkan oleh teknologi AI dalam kejahatan cyber. Ia mengungkapkan bahwa video dan foto yang dihasilkan oleh AI dapat terlihat sangat mirip dengan yang asli, sehingga banyak orang, termasuk yang tidak berpengalaman, bisa terjebak. Nezar mengingatkan bahwa bukti transfer pun dapat diproduksi dengan cepat dan bahkan bisa meniru hologram yang ada di dalamnya.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Etika Kecerdasan Artifisial untuk memerangi penyalahgunaan teknologi ini. Mereka juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI untuk mencegah dan memitigasi kerugian yang dialami nasabah terkait kejahatan finansial.
Di samping itu, pemerintah Indonesia memanfaatkan berbagai peraturan yang ada, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP) untuk mendukung usaha pencegahan. Meskipun ada langkah-langkah ini, Nezar Patria menyadari bahwa modifikasi kejahatan yang memanfaatkan teknologi AI terus berkembang, sehingga diperlukan pembaruan regulasi.
Oleh karena itu, dalam rangka melindungi masyarakat dari penipuan yang semakin canggih, pemerintah sedang menyusun aturan yang lebih spesifik terkait dengan perkembangan teknologi AI dan peta jalan untuk implementasinya di Indonesia. Upaya ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih aman, serta melindungi masyarakat dari praktik kejahatan yang merugikan.