
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah untuk membantu masyarakat, khususnya anak-anak, kini tengah menghadapi kritik tajam dari publik. Sejak awal tahun 2025, program ini telah memberikan makanan gratis, namun memasuki bulan Ramadan, penyesuaian menu yang diterapkan ternyata tidak diterima baik oleh masyarakat. Merespons kebijakan tersebut, banyak warganet menyatakan ketidakpuasan melalui platform media sosial.
Dalam laporan terbaru, dijelaskan bahwa selama bulan Ramadan, program MBG tetap berlangsung tetapi dengan perubahan dalam jenis makanan yang disediakan. Makanan yang biasanya terdiri dari nasi diganti dengan kue kering, kurma, dan minuman sereal instan, seperti Energen. Perubahan ini ditujukan agar menu lebih tahan lama dan dapat dibawa pulang untuk berbuka puasa. Namun, langkah ini justru menuai banyak kritikan.
Dalam beberapa unggahan di media sosial, salah satu akun X (@barengwarga) menunjukkan wadah makanan yang hanya berisi satu telur, dua buah kurma, susu kotak, dan satu biskuit Roma Malkist. Publik beranggapan bahwa makanan tersebut tidak mencukupi kebutuhan gizi anak-anak yang seharusnya menjadi target program ini. Selain komposisi makanan yang dipertanyakan, harga satu paket makanan juga menjadi sorotan. Banyak pengguna menghitung nilai bahan makanan dalam paket tersebut dan menyimpulkan bahwa totalnya tidak mencapai Rp 10.000.
Beberapa komentar dari warganet menyentil mengenai efisiensi dan efektivitas dari program ini. Salah satu pengguna X mengungkapkan, “Budgetnya kira-kira Malkist 1000, telur 3000, susu 2000, kurma 1000, total 7000. Sisa 3000 dimakan siapa?” Sebuah pertanyaan yang secara tidak langsung menggambarkan adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan anggaran.
Dari beberapa unggahan lainnya, terlihat bahwa dukungan untuk kritik terhadap MBG terus mengalir. Salah satu pengguna bahkan menyatakan bahwa “Kalau dilihat-lihat ini nggak nyampe 10.000. Mantaap,” mencerminkan kepentingan publik yang dikhawatirkan tidak terpenuhi. Pihak-pihak yang terlibat dalam program ini diharapkan mempertimbangkan kembali komposisi gizi makanan yang disediakan agar benar-benar memenuhi standar kesehatan bagi anak-anak.
Dalam situasi yang serupa, warganet lainnya mencatat bahwa ketika berpartisipasi dalam pembangunan gizi masyarakat, pemerintah seharusnya lebih selektif dalam menentukan jenis makanan yang sesuai dan bergizi. Salah satu komentar yang berkembang adalah, “Ngaco banget pemerintah. Orang tua sudah berusaha keras dari jaman MPASI untuk menyajikan makanan berkualitas, tetapi ini malah memberi jajanan yang tidak bermanfaat.”
Program Makan Bergizi Gratis semestinya menjadi solusi bagi masyarakat di bulan suci Ramadan, tetapi jika tidak diperbaiki, program ini dapat kehilangan kepercayaan publik. Selain itu, ada juga keprihatinan bahwa menu takjil gratis di masjid lebih bergizi dibandingkan apa yang ditawarkan melalui MBG.
Dari berbagai pendapat yang muncul, jelas terlihat ulasan dan harapan masyarakat agar pemerintah dapat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program ini. Seberapa besar anggaran yang dikeluarkan, dan memastikan bahwa makanan yang disediakan benar-benar bergizi adalah tanggung jawab yang harus diperhatikan lebih serius. Sudah saatnya program yang seharusnya membantu masyarakat dapat dijalankan dengan lebih baik demi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak di tengah bulan puasa yang penuh berkah ini.