
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar USD3,12 miliar pada Februari 2025. Ini merupakan catatan yang mengesankan, karena surplus ini terjadi selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Dalam sesi konferensi pers yang berlangsung pada Senin, 17 Maret 2025, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa meski surplus tetap terjaga, nilai surplus pada bulan tersebut mengalami penurunan sebesar USD0,38 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Amalia menjelaskan bahwa surplus yang tercatat pada Februari 2025 terutama disebabkan oleh kinerja komoditas non-migas yang mencapai USD4,84 miliar. Beberapa komoditas utama yang berkontribusi pada surplus ini antara lain adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja. Kenaikan permintaan global untuk komoditas tersebut telah membantu Indonesia mempertahankan surplus ini dalam jangka waktu yang panjang.
Namun, data BPS juga menunjukkan bahwa neraca perdagangan untuk komoditas migas mengalami defisit sebesar USD1,72 miliar. Defisit ini dipicu oleh impor minyak mentah dan hasil minyak, yang menunjukkan bahwa meski Indonesia kaya akan sumber daya alam, ada tantangan signifikan dalam hal ketergantungan pada impor energi.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terkait neraca perdagangan Indonesia, berikut adalah beberapa poin penting yang perlu dicatat:
Surplus yang Terus Berlanjut: Surplus USD3,12 miliar pada Februari 2025 memberikan indikasi positif atas daya saing ekspor Indonesia di pasar internasional, meskipun tercatat penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
Komoditas Penyumbang Utama: Komoditas non-migas, khususnya bahan bakar mineral, lemak, dan minyak nabati, serta besi dan baja, memberikan kontribusi signifikan terhadap surplus.
Defisit Migas: Defisit neraca migas yang mencapai USD1,72 miliar menjadi pengingat bagi pemerintah untuk terus meningkatkan kebijakan yang mendukung pengurangan ketergantungan pada impor energi.
- Kinerja Ekonomi yang Stabil: Meski terdapat penurunan nilai surplus, total surplus selama 58 bulan berturut-turut menunjukkan stabilitas ekonomi Indonesia di tengah tantangan global.
Dalam analisis yang lebih luas, keberhasilan Indonesia dalam menjaga surplus neraca perdagangan ini sangat penting bagi perekonomian nasional, terutama dalam konteks pemulihan pasca-pandemi. Eksportir kini dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan daya saing produknya, apalagi di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Amalia juga menambahkan bahwa BPS akan terus memonitor kondisi neraca perdagangan dan akan memperbarui data secara berkala. Upaya untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor merupakan langkah strategis yang harus diambil oleh pemerintah dan pelaku usaha.
Dengan catatan surplus 58 bulan berturut-turut ini, Indonesia menunjukkan potensi besar dalam mengelola neraca perdagangannya. Ke depan, dukungan dari pemerintah dan adaptasi pelaku bisnis terhadap dinamika pasar internasional akan sangat berpengaruh pada keberlangsungan surplus ini. Sebagai penutup, perhatian lebih lanjut terhadap sektor migas dan diversifikasi komoditas sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia.