Netanyahu Pilih Rute Memutar ke AS untuk Hindari ICC

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi situasi yang semakin rumit terkait dengan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan perang di Gaza. Dalam upaya untuk menghindari penangkapan, Netanyahu mengambil langkah tak terduga dengan memilih rute penerbangan yang lebih panjang dalam perjalanan ke Amerika Serikat (AS).

Rute penerbangan yang diambil Netanyahu menambah sekitar 400 kilometer (248,5 mil) lebih jauh dari jadwal semula, menghindari penerbangan di atas wilayah udara negara-negara anggota ICC. Negara-negara seperti Irlandia, Islandia, dan Belanda menjadi perhatian khususnya, karena mereka dinilai memiliki kemungkinan untuk mematuhi perintah pengadilan jika terjadi pendaratan darurat. Sebagai gantinya, pesawat resmi Netanyahu, yang dikenal sebagai “Wing of Zion,” terbang melewati negara-negara yang lebih aman seperti Yunani, Italia, dan Prancis.

Surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, dikeluarkan oleh ICC pada November 2024, menandai eskalasi ketegangan yang berkaitan dengan konflik yang berkepanjangan di Gaza. Sejak saat itu, Netanyahu telah berusaha keras untuk menghindari negara-negara yang merupakan penanda tangan Statuta Roma, yang menyatakan kewajiban mereka untuk menegakkan keputusan ICC. Kunjungan sebelumnya ke AS, pascaoperasi medisnya di bulan Februari, juga mencerminkan perhatian penuh Netanyahu terhadap keselamatannya, dengan rute penerbangan yang direncanakan agar dekat dengan pangkalan militer AS jika diperlukan.

Setibanya di Washington, Netanyahu memiliki agenda yang padat, termasuk serangkaian pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump dan pejabat senior lainnya. Pertemuan ini diharapkan akan membahas berbagai isu, mulai dari perang yang sedang berlangsung di Gaza hingga nasib 59 tawanan Israel yang ditahan di Jalur Gaza. Diskusi ini juga akan menyentuh masalah kebijakan perdagangan baru AS yang telah mengenakan tarif 17 persen pada produk Israel, yang menambah tantangan ekonomi yang dihadapi Netanyahu.

Kunjungan resmi Netanyahu ke AS tidak berjalan tanpa tantangan. Protes terhadap kedatangannya berlangsung di luar kediaman sementara di ibu kota AS, menyoroti ketidakpuasan publik atas tindakan Israel di Gaza dan dukungan ICC terhadap penangkapan. Para demonstran angkat bicara menuntut keadilan dan mengingatkan dunia akan dampak konflik yang sedang berkecamuk.

Perlu dicatat bahwa Hongaria, salah satu negara yang dikenal mendukung kebijakan Netanyahu, baru-baru ini mengumumkan niatnya untuk menarik diri dari keanggotaan ICC. Hal ini menambah dimensi politik yang lebih luas dalam konteks ketegangan antara negara-negara anggota ICC. Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orbán, yang sebelumnya berjanji untuk menolak surat perintah penangkapan, menunjukkan bahwa tidak semua negara anggota ICC setuju dengan langkah-langkah tersebut. Sebaliknya, negara-negara seperti Irlandia dan Italia menyatakan komitmen mereka untuk menegakkan keputusan ICC jika Netanyahu memasuki wilayah mereka.

Keputusan Hongaria untuk mengeluarkan diri menggarisbawahi perpecahan yang semakin besar di antara negara-negara anggota ICC. Sementara beberapa negara berpegang pada prinsip keamanan internasional dan keadilan, yang lain lebih memilih untuk melihat situasi politik regional dan hubungan bilateral yang ada.

Dalam semua upaya ini, Netanyahu tidak hanya berjuang untuk menghindari konsekuensi hukum, tetapi juga menghadapi tantangan diplomatik yang signifikan. Rumitnya situasi ini mencerminkan betapa ketatnya hubungan internasional yang melibatkan negara-negara di dunia saat ini, terutama terkait dengan isu-isu keadilan dan hak asasi manusia.

Berita Terkait

Back to top button