![NGO Korea-Indonesia Mendesak Regulasi Ketat Tambang Nikel!](https://podme.id/wp-content/uploads/2025/02/NGO-Korea-Indonesia-Mendesak-Regulasi-Ketat-Tambang-Nikel.jpg)
Aktivitas pertambangan nikel di Indonesia terus menuai sorotan tajam dari berbagai organisasi masyarakat sipil non-pemerintah (NGO), baik di dalam negeri maupun internasional. Dalam konferensi pers yang diadakan di Cikini, Jakarta Pusat, sejumlah NGO sampai pada kesimpulan bahwa perlunya regulasi yang lebih ketat untuk mengatasi masalah serius yang dihasilkan dari industri tambang, seperti perampasan tanah, kerusakan lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Sejumlah NGO yang terlibat dalam kampanye tersebut, antara lain, Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PuSPAHAM), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tenggara, Advocate for Public Interest Law (APIL), dan Climate Ocean Research Institute (CORI). Mereka menyoroti dampak merugikan dari penambangan nikel, yang semakin mengancam kehidupan masyarakat lokal, terutama di daerah-daerah yang kaya akan sumber daya ini, seperti Desa Lameruru, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Salah satu isu utama yang diangkat adalah masalah deforestasi dan polusi yang timbul akibat aktivitas pertambangan. Dalam konteks ini, Indonesia sebagai pemasok nikel utama di dunia menghadapi tantangan besar. Proses ekstraksi nikel tidak hanya meningkatkan emisi karbon, tetapi juga berkontribusi pada perampasan tanah yang merugikan masyarakat yang bergantung pada mata pencaharian tradisional mereka. Menurut data yang dipaparkan, investasi perusahaan-perusahaan Korea Selatan dalam industri nikel di Indonesia mencatatkan nilai sebesar USD 1,3 miliar pada kuartal kedua tahun 2024, namun minimnya regulasi memicu ketidakpastian bagi hak-hak masyarakat setempat.
Direktur APIL, Shin-young Chung, menegaskan perlunya undang-undang yang lebih kuat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam rantai pasokan nikel. “Penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah HAM dan lingkungan dalam rantai pasokan perusahaan,” ungkapnya. Menurutnya, partisipasi semua pihak dalam rantai pasok eksplorasi sumber daya ini harus dijamin agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Bersamaan dengan itu, ketua CORI, Hyelyn Kim, menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan Korea harus menjadi lebih responsif terhadap tantangan yang ada. “Mereka harus meminimalisir dampak lingkungan dan sosial bagi masyarakat lokal dan tidak hanya berfokus pada eksploitasi sumber daya,” ujarnya. Hyelyn juga menyebutkan pentingnya adanya mekanisme pengawasan yang lebih ketat terhadap aktivitas perusahaan, bukan sekadar dukungan untuk mempercepat pengembangan sumber daya.
Melanjutkan diskusi mengenai dampak sosial, Direktur PuSPAHAM, Kisran Makati, mengungkapkan kekhawatiran mengenai kehidupan masyarakat yang kini semakin tergantung pada pedagang luar akibat perubahan yang dibawa oleh aktifitas pertambangan. “Hidup masyarakat yang dulunya mandiri kini tergantung pada kondisi yang dihadirkan oleh industri nikel. Banyak yang kehilangan hutan dan lingkungan mereka tercemar,” katanya. Makati menekankan bahwa fenomena ini tidak hanya mengubah pola hidup masyarakat, tetapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem.
Tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dalam menolak pertambangan nikel ternyata juga dalam bentuk ancaman fisik dari pihak-pihak tertentu. “Represi secara fisik terhadap warga yang menolak tambang adalah masalah yang sangat serius,” tambah Kisran, mencerminkan kompleksitas situasi yang dihadapi masyarakat lokal.
Dari perspektif yang lebih luas, transisi energi yang berkelanjutan tidak hanya bergantung pada teknologi baru, tetapi juga membutuhkan keadilan sosial dan perlindungan lingkungan. Oleh karena itu, para NGO non-pemerintah berkomitmen untuk terus menyelidiki dampak industri tambang dan mengadvokasi perubahan kebijakan yang lebih adil untuk masyarakat terdampak. Tindakan kolektif dari berbagai pihak ini diharapkan dapat menekan perusahaan-perusahaan untuk bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan, dan memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan untuk semua pihak yang terlibat.