
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa dampak dari penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 akan bervariasi bagi masing-masing perusahaan asuransi di Indonesia. Semua itu tergantung pada profitabilitas produk yang ditawarkan serta perubahan asumsi dalam evaluasi yang dilakukan secara berkala. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, dalam sebuah wawancara singkat.
Menurut data yang disampaikan, OJK mulai mempersiapkan penerapan PSAK 117 sejak beberapa tahun lalu. Pada tahun 2024, OJK telah melakukan ‘parallel run’ setiap kuartal untuk membandingkan laporan laba rugi (Profit and Loss/PnL) dan neraca keuangan (Balance Sheet/BS) berdasarkan PSAK 62 serta PSAK 117, terutama dari sisi kewajiban. “Kami mencatat bahwa proporsi perubahan asuransi jiwa yang dapat melaksanakan parallel run lebih tinggi dibandingkan perusahaan asuransi umum,” kata Iwan.
Untuk pertama kalinya, laporan hasil penerapan PSAK 117 dijadwalkan akan disampaikan pada 15 Mei 2025, sementara laporan berkala berdasarkan PSAK 62 telah rutin dilaporkan setiap bulan pada tanggal 10 bulan berikutnya. “Hasil dari parallel run menunjukkan bahwa dampak terhadap kinerja keuangan perusahaan asuransi bervariasi tergantung pada jenis produk yang dipasarkan,” lanjut Iwan.
Bagi perusahaan yang menghasilkan produk dengan profitabilitas yang baik, penerapan PSAK 117 justru memberikan keuntungan. Ini karena adanya amortisasi biaya sesuai dengan masa pertanggungan, dan kemungkinan kewajiban negatif pada tahun-tahun awal pertanggungan, berkontribusi pada peningkatan laba serta solvabilitas perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan kinerja yang kuat dapat meraih manfaat dari peraturan akuntansi baru ini.
Namun, tidak semua perusahaan beruntung. Perusahaan yang mengedarkan produk dengan profitabilitas negatif, atau yang dikenal dengan istilah ‘onerous products’, akan merasakan dampak sebaliknya. Mereka akan menghadapi tekanan pada laba dan solvabilitas karena keharusan menyediakan cadangan premi tambahan untuk mengantisipasi margin negatif yang mungkin muncul di masa mendatang. “Perusahaan jenis ini sangat berisiko,” imbuh Iwan.
OJK bersama tim Pengarah Implementasi PSAK 117 aktif memberikan panduan bagi industri asuransi dalam menjalanakan standar akuntansi baru ini. Saat ini, Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) telah mengeluarkan panduan mengenai asumsi-asumsi yang dapat diterapkan. Selain itu, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) juga didorong untuk menyusun pedoman yang lebih komprehensif.
Dengan penerapan PSAK 117, OJK berharap agar perusahaan asuransi dapat lebih baik dalam mengelola portofolio mereka dan meningkatkan transparansi laporan keuangan. “Kami yakin bahwa penerapan PSAK 117 dapat mendorong praktik pengelolaan risiko yang lebih baik dan memberikan gambaran yang lebih jelas bagi para pemangku kepentingan saat membaca laporan keuangan perusahaan asuransi,” jelas Iwan.
Sikap optimis dari OJK ini diharapkan akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi di Indonesia. Mempertimbangkan berbagai tantangan dan peluang yang ada, penerapan standar ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam cara perusahaan asuransi beroperasi dan melaporkan kinerja keuangannya.