OJK Wajibkan Agunan untuk Pinjaman Online di Atas Rp2 Miliar!

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan kebijakan baru yang mewajibkan pinjaman online dengan nominal di atas Rp2 miliar untuk menyediakan agunan. Kebijakan ini ditetapkan dalam Rancangan Surat Edaran OJK tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang saat ini masih dalam tahap pembahasan. Diwartakan bahwa ketentuan ini diharapkan mulai berlaku paling lambat satu tahun setelah rancangan edaran ditetapkan.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, menjelaskan bahwa pengaturan agunan tersebut bertujuan untuk memperkuat mitigasi risiko kredit, khususnya dalam antisipasi potensi risiko gagal bayar atau default. "Agunan ini penting untuk perlindungan lender dan keberlanjutan penyelenggara P2P lending, terutama untuk pinjaman dengan nilai tinggi," ungkap Agusman dalam konferensi pers yang diadakan pada bulan Maret 2025.

Salah satu alasan utama di balik kebijakan ini adalah tingginya angka gagal bayar di sektor produktif pembiayaan P2P lending. Menurut data OJK, sampai November 2024, terdapat 21 penyelenggara fintech P2P lending yang memiliki rasio TWP90 (Terlambat Wanprestasi di atas 90 hari) di atas 5%, dan sebagian besar dari mereka berfokus pada pendanaan untuk sektor produktif. Meskipun pinjaman produktif hanya menyumbang sekitar 30% dari total pembiayaan, pencatatan gagal bayar dalam sektor ini adalah yang tertinggi. Data ini bahkan diakui oleh Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, yang menekankan bahwa pinjaman ke badan usaha memiliki kecenderungan gagal bayar yang lebih tinggi.

Berikut adalah beberapa alasan OJK mengatur agunan untuk pinjaman online:

  1. Mitigasi Risiko: Kebijakan agunan bertujuan untuk melindungi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar, terutama pada angka pinjaman yang besar, yang bisa berpengaruh signifikan terhadap stabilitas penyelenggara P2P lending.

  2. Instrumen Pemulihan: Dengan adanya agunan, penyelenggara P2P lending memiliki alat untuk melakukan recovery atau pemulihan bila terjadi wanprestasi dari peminjam. Saat ini, penyelenggara tidak memiliki mekanisme yang memadai untuk mengambil kembali dana yang terutang saat terjadi gagal bayar.

  3. Peningkatan Kualitas Kredit: Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas portofolio pinjaman dalam industri P2P lending. Dengan menyediakan agunan, diharapkan tingkat pinjaman bermasalah akan menurun, dan meningkatkan kepercayaan lender untuk tetap berinvestasi.

  4. Regulasi yang Lebih Baik: OJK terus berupaya untuk memperbaiki regulasi di sektor pinjaman online guna menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan berkelanjutan. Kebijakan ini menjadi salah satu langkah penting dalam melakukan pengawasan dan pengaturan yang lebih efektif dalam industri yang berkembang pesat ini.

Sebagai tindak lanjut, OJK berharap semua pihak terkait, termasuk penyelenggara P2P lending dan calon peminjam, dapat memahami dan mematuhi ketentuan baru ini. Dengan menjalankan kebijakan ini, diharapkan peminjam dapat lebih bertanggung jawab, dan industri P2P lending dapat terlindungi dari risiko yang berpotensi mengganggu operasional dan keberlanjutannya.

Seiring berkembangnya teknologi dan inovasi dalam sektor keuangan, OJK menunjukkan komitmennya untuk menciptakan kerangka regulasi yang adaptif, sejalan dengan dinamika industri dan kebutuhan pasar. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan iklim yang lebih aman dan menguntungkan, untuk semua pelaku dalam ekosistem pinjam meminjam online di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button