Indonesia

Pagar Laut Terindikasi untuk Reklamasi, Wamen ATR/BPN Selidiki Motif

Wakil Menteri Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ossy Dermawan, mengungkapkan bahwa pihaknya akan mendalami indikasi penggunaan pagar laut sepanjang 30,1 kilometer di Tangerang, Banten, untuk tujuan reklamasi. Pernyataan tersebut muncul dalam dialog INTERUPSI yang disiarkan di iNews pada Kamis, 23 Januari 2025. Ossy menegaskan bahwa jika pagar laut tersebut digunakan untuk reklamasi, hal ini berpotensi merugikan negara hingga Rp300 triliun, yang menuntut penyelidikan lebih lanjut mengenai motif di balik penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan tersebut.

Dalam upayanya untuk mengelola pengeluaran sertifikat, Ossy menjelaskan bahwa saat ini Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Inspektorat Jenderal sedang menyelidiki pegawai-pegawai yang bertanggung jawab atas penerbitan sertifikat untuk 263 bidang tanah di laut Tangerang. “Kami sedang melakukan pemeriksaan oleh APIP ataupun melalui inspektorat jenderal, karena itu juga bagian dari dasar untuk melakukan pembatalan sertifikat,” tuturnya.

Ossy memastikan penerbitan HGB dan SHM di kawasan ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2021. Sertifikat tersebut dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, mengingat ukuran bidang tanah tidak melebihi 3 hektare untuk perusahaan dan 1 hektare untuk individu. Pada tahun 2023, mayoritas sertifikat yang bersangkutan diterbitkan, namun belum semua sertifikat tersebut dicabut.

Lebih lanjut, Ossy menjelaskan bahwa laut tidak bisa menjadi objek pemilikan HGB kecuali dalam keadaan tertentu seperti reklamasi yang mengikuti prosedur hukum yang berlaku. “Kami ingin menekankan bahwa sertifikat HGB dan SHM yang dihasilkan dari kawasan yang masih berupa laut akan dibatalkan,” tegasnya.

Penyelidikan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN ini menjadi penting mengingat tata kelola daerah pesisir dan laut semakin mendapat perhatian dalam pembangunan infrastruktur. Dalam konteks ini, reklamasi sering kali menjadi tema kontroversial karena dampaknya yang signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Berikut adalah beberapa poin penting terkait kebijakan dan tindakan Kementerian ATR/BPN dalam menyikapi kasus ini:

1. Identifikasi Motif Pengeluaran Sertifikat: Penyelidikan mendalam akan dilakukan untuk memahami alasan di balik penerbitan sertifikat HGB dan SHM yang berkaitan dengan pagar laut.
2. Penegakan Hukum: Kementerian akan memastikan agar semua prosedur hukum diikuti dalam proses izin reklamasi dan terkait pengelolaan lahan perairan.
3. Perlindungan Lingkungan: Penolakan terhadap pemanfaatan laut sebagai objek HGB bertujuan untuk melindungi ekosistem laut dan mencegah kerusakan lingkungan.
4. Transparansi Proses: Kementerian berkomitmen untuk transparan dalam setiap tahap proses penyelidikan dan pembatalan sertifikat yang ilegal.
5. Pengawasan Internal yang Ketat: Penggunaan APIP dan inspektorat jenderal menandakan upaya pemerintah untuk memperbaiki tata kelola yang ada dan mencegah praktik korupsi.

Ossy Dermawan menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN bertekad untuk segera menyelesaikan proses ini. “Setelah melakukan penelusuran lebih jauh dengan badan informasi geospasial, kami akan membatalkan sertifikat yang tidak sesuai dengan peraturan,” ujarnya. Ketegasan ini diharapkan dapat membuat jaminan bahwa kebijakan penggunaan laut dan pesisir akan tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan hukum dan berkelanjutan, serta memberi perlindungan bagi sumber daya alam. Ke depan, masyarakat diharapkan dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai status tanah dan wilayah pesisirnya sehingga transparansi dan partisipasi publik dapat terjaga.

Siti Aisyah

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button