
Dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi sorotan nasional, terutama setelah pakar hukum pidana Zico Junius Fernando menyatakan bahwa Arifin Tasrif, selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada periode tersebut, harus mempertanggungjawabkan kebijakan yang diambil. Kasus ini berkaitan dengan periode 2018 hingga 2023, ketika Arifin Tasrif menjabat, sehingga tanggung jawab tersebut sebaiknya diusut secara mendalam.
Zico mengingatkan bahwa prinsip penegakan hukum harus diadakan sesuai dengan asas praduga tak bersalah serta prinsip akuntabilitas dan transparansi. Menurutnya, penting bagi Kejagung untuk menerapkan pendekatan ini guna memastikan bahwa proses investigasi dilakukan secara objektif dan profesional. “Dalam UU Tindak Pidana Korupsi, ada definisi yang jelas terkait tindakan yang merugikan keuangan negara, penyalahgunaan wewenang, dan suap-menyuap,” jelas Zico dalam keterangannya.
Kasus dugaan korupsi ini mencuat ketika Kejagung melakukan penyidikan atas kebijakan impor minyak mentah yang diduga melibatkan tindakan koruptif dan merugikan negara. Jika ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang, pihak yang terlibat, termasuk Arifin Tasrif, bisa dijerat dengan hukum. “Pemeriksaan hukum harus difokuskan pada individu atau pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam kurun waktu tersebut,” ungkap Zico.
Dalam konteks ini, Kejagung juga diminta untuk menyelidiki secara menyeluruh dan independen. Zico menekankan pentingnya pengungkapan yang berbasis pada bukti yang sah, untuk menjamin keadilan dalam proses hukum dan menghindari kriminalisasi terhadap pihak yang tidak terbukti bersalah.
Anggota Komisi XII DPR RI, Mukhtarudin, juga memberikan dukungan terhadap langkah Kejagung untuk memeriksa Arifin Tasrif terkait dugaan kasus ini. Menurutnya, reforma tata kelola niaga minyak di Pertamina dan anak perusahaan lainnya sangat diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan publik serta memastikan bahwa kekayaan alam negara dikelola secara efektif dan akuntabel. “Skandal ini harus menjadi momentum bagi Pertamina untuk memperbaiki tata kelola niaga,” tegasnya.
Kejagung sendiri telah menetapkan sembilan orang tersangka, dengan enam di antaranya merupakan pejabat anak perusahaan Pertamina. Taksiran awal oleh Kejagung menyebutkan bahwa kerugian negara akibat dugaan korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. Para tersangka dihadapkan pada pelanggaran Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam kerangka penegakan hukum, Zico mengingatkan bahwa semua pihak harus tetap berhati-hati dan tidak menyebarkan asumsi yang tidak berdasar. “Penting untuk menunggu sampai ada bukti yang kuat sebelum menyimpulkan atau menyalahkan seseorang,” katanya.
Sementara itu, Arifin Tasrif, sebagai pejabat yang terkait pada periode tersebut, diharapkan dapat memberikan klarifikasi dan penjelasan mengenai kebijakan yang diambil serta prosedur yang dianut dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang. Dengan transparansi, diharapkan kasus ini tidak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga memberikan pendidikan bagi semua pihak tentang pentingnya integritas dan good governance dalam pengelolaan sumber daya alam.
Kejagung diharapkan dapat melanjutkan pemeriksaan ini dengan fokus dan tanpa intervensi, serta memberi keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Penegakan hukum yang efektif dan berlandaskan bukti yang kuat akan memainkan peran kunci dalam memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia.