Teknologi

Pakar Keamanan Siber: Kesalahan Data Kurs Rupiah di Google Berbahaya!

Pakar keamanan siber mengungkapkan dampak serius dari kesalahan data nilai tukar rupiah yang muncul dalam hasil pencarian Google pada awal Februari 2023. Fenomena ini mendapat perhatian luas di kalangan masyarakat, terutama karena ketergantungan publik terhadap Google sebagai sumber informasi. Sejak kejadian tersebut, netizen Indonesia ramai membahas isu ini di berbagai platform media sosial, menyoroti pentingnya akurasi data yang diperoleh dari mesin pencari terpopuler di dunia.

Pratama Persadha, Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, menegaskan bahwa kesalahan informasi nilai tukar dapat berakibat luas bagi masyarakat. “Di era digital ini, informasi nilai tukar mata uang tersedia secara real-time melalui berbagai platform. Namun, kadang pengguna menemukan bahwa kurs rupiah yang ditampilkan tidak akurat atau berbeda dari sumber resmi lainnya,” kata Pratama. Pada Sabtu, 1 Februari, nilai tukar untuk 1 dolar AS tercatat sebesar 8.170,65 rupiah di Google, yang menimbulkan kebingungan.

Pratama menjelaskan bahwa penyebab kesalahan ini bisa berasal dari beberapa faktor teknis. Pertama, bisa jadi ada kesalahan sistem dalam algoritma Google yang mengambil dan menampilkan data dari berbagai sumber. Jika terdapat bug atau gangguan dalam sistem, hal ini akan memengaruhi keakuratan informasi. Selain itu, Google mengandalkan banyak sumber eksternal seperti lembaga keuangan dan pasar valuta asing untuk menyajikan nilai tukar. Perbedaan dalam waktu pembaruan data antara sumber-sumber ini dapat menyebabkan informasi kurs yang ditampilkan menjadi tidak akurat.

Adapun kesalahan input data juga dapat terjadi, menunjukkan bahwa manusia masih memegang peranan penting dalam proses entri dan pembaruan data. Tipe kesalahan dalam memasukkan angka bisa mengarah pada nilai yang jauh dari kenyataan, terutama jika tidak ada proses verifikasi yang ketat. Di sisi lain, dalam kasus yang jarang terjadi, manipulasi data akibat peretasan juga bisa menjadi faktor penyebab. “Manipulasi data kurs ini bisa digunakan sebagai bagian dari strategi spekulasi atau disinformasi untuk mengacaukan pasar,” lanjut Pratama.

Demi menghindari kesalahan fatal dalam pengambilan keputusan finansial, Pratama menyarankan publik untuk tidak tergantung pada Google sebagai satu-satunya referensi untuk nilai tukar. Pengguna disarankan memeriksa kurs dari sumber resmi seperti Bank Indonesia atau lembaga keuangan yang terpercaya seperti Bloomberg, Reuters, dan OANDA. “Kehati-hatian dalam memverifikasi informasi adalah langkah penting untuk pengambilan keputusan finansial yang lebih baik,” tegasnya.

Masalah ini tentunya lebih dari sekadar isu teknis. Kesalahan informasi yang berlangsung lama tanpa perbaikan dapat menyebabkan kebingungan dan keresahan di masyarakat. Ketergantungan publik terhadap Google membuat setiap kesalahan nilai tukar berpotensi berdampak luas, terutama bagi pelaku bisnis yang mengandalkan informasi tersebut untuk keputusan ekonominya. Misalnya, seorang pengusaha yang menggunakan nilai tukar untuk menentukan harga produk ekspor bisa mengalami kerugian akibat kesalahan informasi.

Pratama juga menekankan bahwa Google perlu bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya, terutama berkaitan dengan data ekonomis yang sensitif. Meski bukan penyedia data finansial primer, Google harus memastikan bahwa informasi yang ditampilkan akurat dan memperbaiki kesalahan dengan cepat. “Jika kesalahan terus berlanjut tanpa perbaikan, hal ini dapat dianggap sebagai kelalaian yang merugikan masyarakat,” jelasnya.

Dalam dunia yang semakin digital, akurasi informasi finansial menjadi sangat penting. Kesalahan yang terjadi di Google bisa berpotensi menyebarkan informasi yang menyesatkan dan menciptakan ketidakstabilan di pasar. Secara keseluruhan, jika perusahaan teknologi besar tidak memiliki mekanisme yang efektif untuk memperbaiki kesalahan informasi finansial, maka kepercayaan publik terhadap keakuratan data yang disajikan oleh platform tersebut dapat terancam. Kesadaran akan bahaya dari kesalahan informasi ini dan perlunya tindakan preventif menjadi hal yang sangat penting untuk dijadikan fokus bersama.

Dimas Harsono adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button