
Debat panas antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berlangsung di Ruang Oval pada Jumat, 29 Februari, dan mengundang perhatian luas. Pertemuan yang diharapkan bisa menguatkan kerja sama strategis ini justru berakhir dengan ketegangan yang tinggi setelah Trump memperingatkan Zelenskyy tentang konsekuensi dari konflik Ukraina-Rusia yang berpotensi meluas menjadi Perang Dunia III.
Awalnya, suasana diskusi terkesan ramah, namun perdebatan panas dimulai ketika Wakil Presiden JD Vance mengemukakan posisi diplomasi AS yang dianggap kurang efektif dalam menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun. Dalam menjawab Vance, Zelenskyy mempertanyakan relevansi dan keberhasilan perjanjian dengan Rusia, yang sering kali dianggap dilanggar secara sepihak. “Diplomasi macam apa, JD, yang sedang Anda bicarakan?” tanya Zelenskyy dengan nada skeptis.
Ketegangan meningkat ketika Vance menuduh Zelenskyy berusaha menciptakan citra yang tidak menguntungkan di media AS. “Tidak sopan bagi Anda untuk datang ke Ruang Oval untuk mencoba mengajukan gugatan hukum di depan media Amerika,” tegur Vance. Tuduhan tersebut semakin memicu diskusi menjadi lebih kontroversial, menciptakan momen mendebarkan di dalam ruangan.
Pertemuan tersebut juga dimaksudkan untuk meratifikasi kesepakatan antara kedua negara mengenai eksploitasi unsur tanah jarang Ukraina. Namun, kesepakatan itu gagal dicapai setelah Trump mengusir Zelenskyy sebelum perjanjian itu dapat disepakati. Dalam pengamatan Vance, ia menyoroti masalah perekrutan militer di Ukraina, menuduh Zelenskyy kurang memberi penghargaan atas dukungan yang diterima dari AS. “Saat ini, kalian berkeliling dan memaksa wajib militer ke garis depan karena kalian memiliki masalah tenaga kerja,” ungkap Vance, mendesak agar Zelenskyy tidak melupakan besarnya bantuan yang telah diberikan AS.
Zelenskyy, berusaha menunjukkan hakikat krisis yang dihadapi negaranya, mengundang Vance untuk melihat langsung situasi di Ukraina. “Apakah Anda pernah ke Ukraina? Apakah Anda pernah melihat masalah yang kami hadapi? Datanglah sekali saja,” tantangnya. Perdebatan ini menggambarkan adanya ketidakpahaman mendalam mengenai realitas di lapangan.
Selanjutnya, Trump menegaskan posisi kuatnya bahwa Ukraina tidak dalam posisi untuk menetapkan syarat kepada AS. “Anda tidak dalam posisi untuk mendikte apa yang akan kami rasakan,” ujar Trump. Tshun semakin tajam saat Zelenskyy mengklaim meskipun perang berkepanjangan, mereka tetap bertahan dan berjuang. “Kami bersyukur. Kami memiliki dukungan dari rakyat kami,” jawabnya.
Namun, Trump tak tinggal diam, mencatat bahwa jika Ukraina tidak memiliki pasokan militer dari AS, konflik ini akan cepat berakhir. “Jika Anda tidak memiliki peralatan militer kami, perang ini akan berakhir dalam dua minggu,” tegas Trump. Ketika ketegangan meningkat, Trump meminta media untuk meninggalkan ruangan, membatalkan konferensi pers yang telah direncanakan sebelumnya.
Setelah pertemuan yang penuh ketegangan ini, Trump menyatakan melalui platform Truth Social bahwa ia meragukan kesiapan Zelenskyy untuk mencapai perdamaian yang adil. “Saya mencari perdamaian. Kami tidak ingin terlibat dalam perang selama 10 tahun. [Zelenskyy] mencari sesuatu yang tidak saya cari,” katanya. Zelenskyy, di sisi lain, berupaya untuk menenangkan situasi dengan berterima kasih pada Amerika dan mengajak untuk bekerja sama dalam upaya mencapai perdamaian yang abadi.
Pernyataan lanjutan Trump menekankan keinginannya untuk gencatan senjata segera, tetapi ia juga memperingatkan bahwa tanpa dukungan AS, Ukraina berada dalam posisi yang sangat sulit. “Saya ingin gencatan senjata sekarang. Jika ia berjuang, hasilnya tidak akan baik. Karena tanpa kita, ia tidak akan menang,” tutupnya. Debat ini mencerminkan ketegangan yang masih membara dalam hubungan diplomatik AS dan Ukraina serta tantangan yang dihadapi dalam mencari solusi damai bagi konflik yang berkepanjangan.