
Panja DPR akan melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Senin, 17 Maret 2025, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. Hal ini diungkapkan oleh Anggota Komisi I DPR, Amelia Anggraini, yang menegaskan pentingnya langkah ini untuk menampung aspirasi masyarakat serta memastikan prinsip supremasi sipil tetap menjadi fokus utama dalam revisi tersebut.
Pembahasan revisi UU TNI ini merupakan kelanjutan dari konsinyering yang telah dilakukan Panja DPR bersama pemerintah pada 14-15 Maret 2025. Dalam pertemuan tersebut, sejumlah isu penting terkait TNI didiskusikan, dan Amelia menyebutkan bahwa 40 persen dari 92 daftar inventarisasi masalah (DIM) telah dibahas. Fokus utama dari pembahasan ini mencakup beberapa hal berikut:
- Usia Pensiun: Penentuan batas usia pensiun bagi anggota TNI yang harus diatur lebih jelas.
- Kedudukan Prajurit: Pembahasan terkait kedudukan prajurit dalam struktur pemerintahan dan masyarakat sipil.
- Jabatan di Kementerian: Ketentuan mengenai jabatan yang dapat diisi oleh anggota aktif TNI, termasuk di kementerian atau lembaga pemerintah lainnya.
Amelia menekankan bahwa RUU ini tetap mengedepankan supremasi sipil, dengan DPR dan pemerintah yang berupaya akomodatif untuk menampung aspirasi masyarakat. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pembahasan ini dilakukan dengan transparan dan terbuka untuk kepentingan semua pihak," ujarnya.
Namun, di tengah pembahasan yang terus berlangsung, terdapat kritik dari kalangan masyarakat sipil. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, misalnya, menyerukan agar pembahasan dilakukan secara terbuka. Menurut Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Andrie Yunus, pembahasan yang dilakukan dengan cara tertutup bertentangan dengan prinsip transparansi dan partisipasi publik.
"Pembahasan ini tidak sesuai karena dilakukan tertutup. Kami mendorong agar prosesnya lebih terbuka untuk memastikan partisipasi masyarakat," ungkap Andrie. Seruan ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk melibatkan lebih banyak suara dalam proses legislasi yang berimplikasi pada keamanan dan ketahanan negara.
Revisi UU TNI sendiri telah resmi dimasukkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2025, setelah mendapat persetujuan dalam rapat paripurna DPR pada 18 Februari 2025. Pemicu dari revisi ini adalah Surat Presiden Nomor R12/Pres/02/2025 yang dikeluarkan pada 13 Februari 2025, yang menjadikan revisi ini sebagai usul inisiatif dari pemerintah.
Selain dari sisi legislasi, ada juga kericuhan yang muncul saat rapat konsinyering tentang revisi UU TNI yang berlangsung di sebuah hotel mewah di kawasan Senayan. Insiden tersebut, meskipun tidak menjelaskan lebih jauh, menunjukkan besarnya perhatian masyarakat terhadap proses ini dan refleksi dinamika antara keinginan untuk menjaga ketertiban dengan tuntutan transparansi.
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan hasil yang tidak hanya memenuhi kebutuhan struktural TNI, tetapi juga mencerminkan kehendak rakyat. Dengan demikian, proses revisi undang-undang ini akan terus mendapatkan perhatian dari berbagai pihak dan diharapkan dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang efisien dan bertanggung jawab.