Jakarta – Laporan terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan fakta mengejutkan terkait maraknya penipuan yang terjadi di Indonesia. Dalam kurun waktu tiga bulan, sebanyak Rp 700 miliar lenyap akibat berbagai modus penipuan yang terus berkembang. Data tersebut dicatat oleh Indonesia Anti Scam Center (IASC) yang menerima 42.257 laporan penipuan hingga 9 Februari 2025. Dari jumlah tersebut, sebanyak 40.936 laporan telah diverifikasi, menunjukkan tingkat keparahan kasus penipuan yang melibatkan layanan jasa keuangan.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, menyatakan bahwa dari total rekening bank yang diverifikasi, tercatat 70.390 rekening yang terlibat dalam kasus ini. Dari jumlah tersebut, OJK sudah memblokir sekitar 19.980 rekening dan berhasil menyelamatkan sekitar Rp 100 miliar dari total kerugian. "Kecepatan korban dalam melaporkan penipuan sangat berpengaruh terhadap jumlah dana yang bisa diselamatkan," ungkapnya dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025 di Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Modus penipuan yang paling sering dilaporkan, menurut Kiki, sapaan akrab Friderica, adalah penipuan yang berkedok transaksi belanja online. Banyak korban yang mengalami kehilangan karena sudah melakukan transfer uang namun tidak memperoleh barang yang dijanjikan. Selain itu, investasi bodong yang menjanjikan keuntungan namun tidak pernah ada juga merupakan modus yang marak terjadi. Tak jarang, korban terlanjur mentransfer uang kepada pihak penipu dengan harapan mendapatkan keuntungan yang besar.
Berbagai metode penipuan lainnya juga wajib diwaspadai, antara lain:
-
Penipuan Hadiah: Korban diberitahu bahwa mereka memenangkan hadiah, tetapi harus membayar pajak terlebih dahulu. Setelah mentransfer uang untuk pajak, hadiah tersebut tidak pernah ada.
-
Fake Call: Penipuan melalui telepon yang berpura-pura menjadi pihak resmi seperti bank atau lembaga keuangan, meminta informasi pribadi yang bisa disalahgunakan.
-
Media Sosial: Penipu sering menggunakan platform seperti Instagram untuk menipu, bahkan dengan mengeksploitasi informasi personal korban yang sudah diperoleh.
-
Penipuan Penawaran Kerja: Korban dijanjikan pekerjaan dengan imbalan tertentu, tetapi harus membayar biaya pendaftaran atau pelatihan yang tidak ada kejelasan.
-
Social Engineering: Teknik manipulasi psikologis untuk mengelabui orang agar memberikan informasi pribadi, biasanya melalui komunikasi langsung atau elektronik.
-
Pinjol Fiktif: Penipuan yang melibatkan aplikasi pinjaman online yang sebenarnya tidak terdaftar dan hanya menyasar untuk mengambil uang dari nasabah.
-
Love Scam: Penipuan yang melibatkan hubungan emosional, di mana korban merasa terikat dengan pelaku penipuan dan akhirnya mentransfer uang kepadanya.
- Deep Fake AI: Penipuan yang memanfaatkan teknologi pemalsuan wajah untuk menyerupai orang-orang dikenal, sehingga membuat korban merasa lebih yakin untuk terus terlibat.
Kiki menekankan bahwa penting bagi masyarakat untuk lebih waspada dan teliti dalam bertransaksi, terutama di era digital seperti saat ini. Peningkatan pengetahuan terkait modus-modus penipuan baru menjadi langkah penting untuk melindungi diri dari kerugian yang lebih besar. Sebagai penutup, dia menghimbau agar masyarakat segera melapor jika menghadapi situasi mencurigakan agar tindakan pemblokiran dan penyelamatan dana dapat dilakukan dengan cepat sebelum kerugian semakin besar.