Paulus Tannos, buronan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, sedang menjalani proses gugatan terhadap penangkapan sementara yang dilakukan di Singapura. Tannos ditangkap setelah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021, dan saat ini ia menguji keabsahan dari tindakan provisional arrest yang dilakukan oleh otoritas Singapura atas permintaan Indonesia.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardhika Sugiarto, mengungkapkan bahwa proses hukum di Singapura berjalan mirip dengan sistem Praperadilan di Indonesia, meskipun terdapat perbedaan yang signifikan dalam sistem hukum kedua negara. “Sampai dengan saat ini di Singapura sendiri juga masih berproses, mungkin mirip seperti proses Praperadilan di Indonesia,” ungkap Tessa saat diwawancarai oleh wartawan pada Kamis (30/1/2025).
Melalui proses tersebut, Paulus Tannos berusaha menggugat keabsahan penangkapannya. Proses ini dikatakan masih berlangsung dan belum ada kepastian kapan putusan akan dikeluarkan. KPK bekerja sama dengan lembaga terkait lainnya untuk melengkapi dokumen yang diperlukan agar Tannos dapat segera dibawa pulang dan diadili di Indonesia. Tessa menjelaskan bahwa saat ini pemerintah Singapura melalui CPIB (Biro Investigasi Korupsi Singapura) telah menetapkan sejumlah persyaratan dokumen yang harus dipenuhi oleh Indonesia, melibatkan KPK, Kementerian Hukum, Polri, dan Kejaksaan.
Indonesia diberikan waktu 45 hari untuk melengkapi dokumen ekstradisi Paulus Tannos. Proses ekstradisi ini menjadi penting karena jika terlaksana, akan menjadi kasus pertama di mana ekstradisi dapat dilakukan setelah penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura pada tahun 2022, serta ratifikasi yang dilakukan pada tahun 2023. Tessa menambahkan bahwa kesuksesan proses ini akan menjadi preseden penting dan benchmark untuk penanganan perkara-perkara serupa di masa depan.
Adapun kronologi kasus Paulus Tannos berkaitan erat dengan proyek e-KTP yang telah menjadi sorotan di Indonesia akibat dugaan penyimpangan dan korupsi besar-besaran. Proyek ini menyita perhatian publik dan mengakibatkan sejumlah pihak, termasuk pejabat tinggi negara, terseret dalam kasus hukum yang berkepanjangan. Dengan penangkapan Tannos, KPK berharap dapat mengungkap lebih jauh jaringan korupsi yang ada serta membawa pelaku ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan tindakan mereka.
Keputusan mengenai hapa yang akan terjadi terhadap Paulo Tannos kini menunggu proses hukum yang berlangsung di Singapura. Masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang mengikuti kasus ini, berharap agar keadilan dapat terwujud dan proses hukum dapat berjalan transparan.
Situasi ini juga menunjukkan betapa pentingnya kerja sama internasional dalam penanganan kasus korupsi, di mana Indonesia harus memenuhi segala persyaratan yang diperlukan agar dapat membawa Tannos ke pengadilan dalam negeri. Pihak KPK, bersama dengan berbagai kementerian dan lembaga, terlihat berkomitmen untuk memenuhi semua kriteria yang ditetapkan oleh Singapura demi kelancaran proses ekstradisi.
Dengan adanya langkah-langkah yang sedang diambil ini, diharapkan dapat memperkuat peran KPK dalam memberantas korupsi, sekaligus menjadikan ekstradisi sebagai alat yang efektif untuk menegakkan hukum di luar negeri bagi pelaku kejahatan yang melarikan diri. Para pengamat hukum juga menyatakan bahwa keberhasilan ekstradisi Paulus Tannos akan menjadi awal yang baik bagi penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam kasus-kasus korupsi besar di masa mendatang.