Pejabat Negara Pakai Gas Melon, Pengamat: Kurang Empati!

Belakangan ini, masyarakat Indonesia dihadapkan pada isu kelangkaan gas elpiji 3 kg, yang lebih dikenal dengan sebutan gas melon. Kelangkaan ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang mewajibkan konsumen untuk membeli gas langsung dari pangkalan resmi. Akibatnya, banyak warga, terutama dari kalangan kurang mampu, yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan gas bersubsidi ini.

Polemik semakin memanas ketika publik dihebohkan dengan sebuah unggahan yang menunjukkan tumpukan gas melon di rumah Utusan Khusus Presiden, Raffi Ahmad dan istrinya, Nagita Slavina. Banyak netizen yang merasa kecewa saat mengetahui informasi tersebut, lantaran gas bersubsidi seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang sangat membutuhkannya.

Ahmad Fadhli, seorang pengamat politik, menyatakan bahwa tindakan Raffi Ahmad menimbun gas melon menunjukkan kurangnya empati terhadap kebutuhan masyarakat yang lebih membutuhkan. “Jelas tidak punya empati. Sudah kaya sedemikian rupa, kok masih mau gunakan sesuatu yang menjadi kebutuhan masyarakat miskin. Hal-hal seperti ini yang membuat subsidi gas 3 kilogram untuk rakyat miskin tidak tepat sasaran. Menyedihkan,” ucapnya.

Pengamat tersebut menegaskan bahwa, terlepas dari apakah peristiwa tersebut terjadi di masa lalu, tindakan menimbun gas melon mencerminkan kurangnya kepedulian Raffi terhadap masyarakat yang kurang beruntung. Menurut Fadhli, saat ini Raffi seharusnya bisa membeli gas non-subsidi, mengingat perbedaan harga antara kedua jenis gas tersebut tidak signifikan.

Fadhli juga mengingatkan bahwa posisi Raffi sebagai Utusan Khusus Presiden dalam bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni menuntutnya untuk menjadi teladan dalam masyarakat, terutama dalam pengelolaan sumber daya seperti gas subsidi. “Jabatan publik yang kini melekat kepada Raffi, membuatnya semakin punya tanggung jawab moral untuk memberikan teladan dan menjadi contoh yang baik. Dalam hal penggunaan gas non subsidi yang sesuai, ini akan menular dan menginspirasi masyarakat luas,” ujar Fadhli.

Tanggapan Raffi terkait polemik ini juga menjadi sorotan. Dalam pengakuannya, Raffi menjelaskan bahwa gas-gas tersebut digunakan untuk Asisten Rumah Tangga (ART) mereka. “Itu udah lama banget (videonya), (itu gas) buat orang belakang juga, orang-orang belakang punya ART yang lain. Udah lama banget video 4 tahun, 5 tahun yang lalu,” ujarnya.

Meski demikian, banyak yang mempertanyakan ketidaktahuan Raffi terkait siapa yang menggunakan gas melon tersebut. Ia mengaku tidak ingat siapa saja ART yang menggunakan gas tersebut, yang menambah keraguan publik terhadap kesejatian pernyataannya.

Dalam konteks ini, terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  1. Kelangkaan Gas Melon: Kebijakan baru pemerintah menyebabkan kesulitan bagi masyarakat yang mengandalkan gas bersubsidi.
  2. Persepsi Publik: Tindakan menimbun gas melon oleh pejabat publik menimbulkan kemarahan dan kekecewaan dari masyarakat.
  3. Empati Seorang Pejabat: Pentingnya empati dari pejabat publik terhadap masyarakat miskin dan tanggung jawab moral untuk memberikan teladan.
  4. Klarifikasi Raffi Ahmad: Pernyataan Raffi mengenai penggunaan gas melon yang ditujukan untuk ART-nya dan ketidakingatannya yang memicu polemik lebih lanjut.
  5. Peran Media Sosial: Isu ini juga menunjukkan betapa kuatnya pengaruh media sosial dalam membentuk opini publik terhadap tindakan pejabat negara.

Untuk mengakhiri polemik ini, Fadhli menyarankan Raffi untuk menunjukkan kepada publik kondisi gas yang digunakan di rumahnya. Dengan begitu, publik dapat yakin bahwa situasi penggunaan gas melon tersebut kini sudah berubah dan tidak ada lagi pengulangan hal serupa di masa mendatang. Tindakan transparansi seperti ini dinilai penting agar kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik dapat terjaga.

Exit mobile version