Dalam sidang yang berlangsung di Komite Intelijen Senat baru-baru ini, sejumlah pejabat tinggi keamanan nasional di pemerintahan Donald Trump berpindah tangan dalam tanggung jawab terkait kebocoran obrolan di aplikasi pesan terenkripsi Signal. Obrolan tersebut, yang diduga melibatkan informasi sensitif tentang serangan militer AS di Yaman, telah menimbulkan perhatian serius di kalangan anggota Senat, terutama di pihak Demokrat.
Saat ditanya tentang isi obrolan tersebut, Direktur CIA John Ratcliffe dan Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard dengan tegas membantah bahwa obrolan itu mengandung informasi rahasia. “Tidak ada informasi rahasia atau yang berkaitan dengan intelijen dalam grup obrolan itu,” tegas Gabbard saat bersaksi. Ratcliffe pun berulang kali menegaskan pandangannya dalam sidang tersebut. Namun, saat pertanyaan mengenai detail operasional terkait serangan yang dikirim oleh Menteri Pertahanan Pete Hegseth muncul, keduanya justru mengalihkan perhatian kepada Hegseth.
Menurut Ratcliffe, Menteri Pertahanan adalah otoritas akhir dalam menentukan apakah informasi tertentu harus diklasifikasikan. Ia menekankan bahwa Hegseth telah menyatakan bahwa rincian obrolan tersebut tidak diklasifikasikan. “Terkait klaim dan tuduhan tentang paket serangan, informasi penargetan, atau hal-hal yang berkaitan dengan Departemen Pertahanan, saya menyerahkan pertanyaan itu kepada Menteri Pertahanan,” jelas Ratcliffe.
Meskipun Hegseth mengklaim bahwa tidak ada rencana perang yang dibahas melalui pesan teks, beberapa laporan menunjukkan bahwa obrolan tersebut melibatkan rincian operasional mengenai serangan di Yaman. Beberapa pejabat pertahanan, baik yang masih aktif maupun pensiun, menekankan bahwa informasi terkait waktu serangan, target, dan sistem senjata selalu diklasifikasikan untuk menjaga keamanan personel militer AS. Signal, aplikasi yang digunakan untuk perpesanan, bukanlah platform yang disetujui untuk komunikasi informasi rahasia oleh pemerintah AS.
Sementara sidang mengungkapkan adanya jarak antara pejabat intelijen dan Hegseth, senator Republik Tom Cotton menegaskan bahwa terdapat perbedaan antara informasi intelijen militer yang diklasifikasikan di bawah kewenangan menteri pertahanan dan informasi yang dikelola oleh komunitas intelijen sipil, seperti CIA. “Tidak ada informasi rahasia milik komunitas intelijen,” tambah Cotton.
Namun, diskusi tentang kebocoran ini menjadi semakin rumit ketika seorang senator Demokrat mengingatkan bahwa sebelumnya, Ratcliffe dan Gabbard pernah bersaksi bahwa tidak ada informasi rahasia dalam obrolan tersebut. Hegseth sendiri berusaha membantah bahwa rencana perang ada dalam komunikasinya dan secara langsung mengecam jurnalis yang memberitakan kebocoran tersebut, menyebutnya sebagai “penipu dan sangat tidak kredibel.”
Dalam satu momen, Gabbard mengakui adanya “pembahasan umum tentang target,” meskipun ia sebelumnya menolak untuk menjawab secara langsung mengenai keikutsertaannya dalam grup obrolan tersebut. Beberapa laporan lebih lanjut menegaskan bahwa Hegseth mengirimkan rincian tentang paket senjata, target, dan waktu serangan yang direncanakan.
Perdebatan ini berputar pada interpretasi otoritas klasifikasi Hegseth sebagai Menteri Pertahanan. Meskipun ia memiliki kekuasaan untuk mendeklasifikasi informasi, Ratcliffe mengaku tidak mengetahui apakah tindakan tersebut telah dilakukan. Ratcliffe dan Gabbard cenderung berhati-hati dalam menyalahkan Hegseth, meski situasi ini memperlihatkan adanya celah dalam komunikasi dan manajemen informasi di tingkat pemerintahan.
Dengan meningkatnya perhatian publik terhadap bagaimana informasi militer dikelola, peristiwa ini menyoroti pentingnya protokol keamanan yang ketat dalam pemerintah AS untuk menghindari kebocoran informasi yang dapat mengancam keselamatan personel di lapangan. Diskusi mengenai kebocoran ini akan terus berlanjut, menuntut penjelasan lebih lanjut dari pihak-pihak terkait mengenai perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan informasi strategis.