Pelajar SMA Singapura Rencanakan Serangan Terinspirasi Christchurch

Warga Singapura dikejutkan dengan berita penangkapan seorang pelajar SMA berusia 18 tahun yang diduga merencanakan serangan terhadap umat Muslim. Pelajar tersebut, yang diidentifikasi sebagai Nick Lee Xing Qiu, ditangkap di bawah Undang-undang Keamanan Dalam Negeri (ISA) karena memiliki ideologi ekstrem yang dikenal dengan paham "supremasi Asia Timur". Penangkapan ini, yang dilakukan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri Singapura (ISD), menunjukkan adanya potensi ancaman yang serius terhadap keamanan masyarakat.

Nick Lee diduga terinspirasi oleh pembantaian yang terjadi di Christchurch, Selandia Baru, pada Maret 2019, yang menewaskan 51 orang dalam serangan terhadap dua masjid. Ideologi supremasi Asia Timur, yang diyakini oleh Lee, menggarisbawahi keyakinan bahwa etnis Tionghoa, Korea, dan Jepang lebih unggul dibandingkan dengan etnis lain, khususnya Melayu dan Muslim di Singapura. Ini menimbulkan keprihatinan mengenai radikalisasi di kalangan remaja yang dapat berpotensi berkontribusi pada kekerasan dan diskriminasi.

Dalam konteks ini, ISD mencatat bahwa Lee adalah remaja Tionghoa ketiga yang ditahan di Singapura karena memiliki paham radikal tersebut. Dua kasus sebelumnya melibatkan remaja berusia 16 tahun, salah satunya ditahan pada Desember 2020 karena rencananya untuk menyerang masjid dengan parang, dan satu lagi yang mendapatkan perintah pembatasan pada November 2023 karena dugaan paham supremasi kulit putih yang berniat melakukan serangan di luar negeri.

Latar belakang investasi AS dalam peleraian masalah ekstremisme di Singapura semakin penting untuk dicermati. Penangkapan ini erat kaitannya dengan tren global yang menunjukkan meningkatnya kekhawatiran terhadap aktivitas kelompok ekstremis yang merusak keberagaman dan kerukunan di masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak laporan mengenai remaja yang terpengaruh oleh ideologi sayap kanan dan berpotensi melakukan tindakan kekerasan.

Berikut adalah beberapa poin penting mengenai kasus ini:

  1. Identitas Pelajar: Nick Lee Xing Qiu, pelajar berusia 18 tahun asal Singapura, ditangkap dengan tuduhan merencanakan serangan terhadap umat Muslim.

  2. Ideologi Radikal: Lee menganut paham supremasi Asia Timur yang menyatakan bahwa etnis Tionghoa, Korea, dan Jepang lebih unggul daripada etnis lain.

  3. Inspirasi dari Serangan Christchurch: Rencana serangan Lee diduga terinspirasi oleh pembantaian Christchurch, yang mengakibatkan kematian 51 orang.

  4. Penangkapan dalam Sejarah: Lee adalah remaja ketiga di Singapura yang ditangkap karena paham ekstrem sayap kanan, menunjukkan tren radikalisasi di kalangan generasi muda.

  5. Kekhawatiran terhadap Radikalisasi: Kasus ini mencerminkan ancaman potensial terhadap stabilitas sosial serta kerukunan antarumat beragama di Singapura.

ISD juga melaporkan bahwa tindakan pencegahan telah diambil tidak hanya terhadap individu seperti Lee, tetapi juga terhadap wanita yang teradikalisasi akibat konflik Israel-Hamas serta seorang pria Malaysia yang dibawa pulang karena dukungan terhadap ISIS. Penahanan ini menunjukkan bahwa pihak berwenang Singapura berkomitmen untuk melawan ideologi ekstremis dan memastikan keamanan umat beragama di negara yang multikultural ini tetap terjaga.

Melihat situasi ini, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk bekerja sama dalam mencegah penyebaran ideologi ekstremis. Edukasi dan upaya dialog antaragama perlu ditingkatkan untuk membangun fundamentalisme resistensi yang lebih kuat terhadap propaganda ekstremis di kalangan pemuda. Tangisan keprihatinan untuk menjaga kerukunan dan kesejahteraan masyarakat menjadi semakin relevan dalam konteks kasus ini.

Berita Terkait

Back to top button