
Industri nikel di Indonesia sedang menghadapi tantangan yang cukup berat. Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) telah mengajukan usulan kepada pemerintah untuk menunda pemberlakuan kenaikan tarif royalti nikel. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap penurunan harga jual nikel di pasar internasional yang saat ini berada pada titik terendah sejak tahun 2020. Menurut Ketua Umum FINI, Alexander Barus, situasi ini memerlukan perhatian serius agar iklim investasi dan daya saing produk hilirisasi nikel Indonesia tetap terjaga.
Alexander Barus dalam keterangan resminya menyatakan, “Untuk menjaga iklim investasi dan daya saing produk hilirisasi nikel Indonesia di tengah situasi dunia yang tidak menentu, kami mengusulkan agar kenaikan royalti tidak dilakukan pada saat ini.” Dengan demikian, keputusan untuk menunda kenaikan royalti diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi industri nikel yang saat ini sedang berjuang.
Ada beberapa alasan mengapa FINI mendesak pemerintah untuk menunda kenaikan royalti. Pertama, keputusan ini diharapkan dapat menghasilkan dampak positif atau multiplier effect yang lebih besar bagi sektor nikel. Kesehatan industri nikel, menurut FINI, akan membawa keuntungan dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang maksimal. Alexander menambahkan, “Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan PNBP sub sektor mineral dan batu bara dengan mempertimbangkan tantangan saat ini maka solusinya yaitu dengan memberlakukan tarif royalti saat ini.”
Kedua, FINI percaya bahwa dukungan pemerintah dalam menunda kenaikan royalti akan membantu menjaga daya saing produk hilirisasi nikel Indonesia di pasar global yang sangat kompetitif. Para pelaku usaha, termasuk lamanya proses penyusunan draf peraturan pemerintah (PP) yang mengatur kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara, menyadari bahwa momen seperti ini seharusnya dimanfaatkan untuk memastikan industri tetap beroperasi dengan baik.
Sebagai langkah menuju sinergi yang lebih baik antara pelaku usaha dan pemerintah, FINI juga menyatakan kesiapannya untuk berdiskusi dengan semua pemangku kepentingan. Diskusi ini bertujuan untuk menemukan solusi yang dapat mendorong keberadaan industri nikel di Indonesia agar tetap eksis dan berdaya saing. FINI optimis dengan kolaborasi ini, daya saing hilirisasi nikel Indonesia dapat ditingkatkan.
Tantangan yang dihadapi oleh industri nikel bukan hanya berasal dari fluktuasi harga, tetapi juga dari kondisi pasar global yang kurang bersahabat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pelaku industri untuk bekerja sama dalam menjaga keseimbangan yang sehat antara aspek regulasi dan pertumbuhan ekonomi. Sejumlah pelaku industri percaya bahwa kesepakatan yang lebih baik mengenai royalti dapat membantu menciptakan iklim investasi yang lebih menjanjikan.
Sementara itu, proses penyusunan draf PP yang mengatur kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara diharapkan segera rampung. Namun, pelaku usaha menilai waktu penerapan aturan tersebut tidak tepat, mengingat banyaknya tantangan yang harus dihadapi saat ini. Oleh karena itu, menunda kenaikan tarif royalti diharapkan dapat menjadi langkah yang lebih bijak.
Situasi ini menciptakan perhatian yang lebih besar terhadap perkembangan industri nikel di Indonesia, yang merupakan salah satu komoditas penting bagi perekonomian nasional. Pendapat dan suara dari sektor industri perlu dipertimbangkan agar regulasi yang diberlakukan dapat sejalan dengan kemampuan dan kebutuhan pelaku usaha.
Dengan argumen yang berdasarkan pada keadaan nyata industri nikel saat ini, FINI berharap agar usulan mereka untuk menunda kenaikan royalti dapat menjadi perhatian serius oleh pemerintah demi menjaga pertumbuhan sektor nikel. Hal ini tidak hanya berdampak pada industri itu sendiri tetapi juga berkontribusi pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan.