Peluncuran PP Tunas: Terburu-buru dan Minim Transparansi?

Peluncuran Peraturan Pemerintah mengenai Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik, yang dikenal sebagai Tata Kelola untuk Anak Aman dan Sehat Digital (TUNAS), menuai kritik dari berbagai kalangan. Organisasi masyarakat sipil, ICT Watch, menilai bahwa proses peluncuran ini dilakukan secara terburu-buru dan kurang transparan, menimbulkan kekhawatiran atas efektivitas kebijakan yang ditujukan untuk melindungi anak-anak di dunia digital.

Kritik pertama yang diajukan oleh ICT Watch adalah mengenai urgensi peluncuran kebijakan yang dikhawatirkan mengabaikan aspek-aspek krusial keselamatan dan keamanan anak. Meskipun ada kesadaran akan perlunya langkah cepat untuk melindungi anak-anak di dunia maya, pendekatan yang terburu-buru dapat berisiko menghilangkan esensi dari perlindungan yang diperlukan. “Proses penyusunan TUNAS seakan mengejar tenggat waktu tertentu, padahal keselamatan anak harus terjamin secara menyeluruh,” ujar perwakilan ICT Watch.

Dalam pernyataan lebih lanjut, ICT Watch mengapresiasi niat baik pemerintah yang mengundang berbagai pihak untuk membahas kebijakan ini. Namun, mereka menggarisbawahi bahwa proses tersebut belum mengedepankan prinsip kebermaknaan, kesetaraan, dan inklusivitas. Tampak adanya kecenderungan bahwa keterlibatan organisasi masyarakat sipil dan pemangku kepentingan lainnya bersifat simbolis, atau yang dikenal sebagai tokenisme. “Tanpa pelibatan bermakna dari semua pihak, regulasi ini terkesan sebagai aturan sepihak yang ‘top down’,” imbuh mereka.

Kekhawatiran lain yang muncul adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyusunan kebijakan. Selama pembahasan berlangsung, informasi terkait perkembangan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan draf final tidak tersedia bagi publik. Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. “Proses ini seharusnya lebih terbuka dan melibatkan berbagai pihak secara aktif,” tegas ICT Watch.

Sebagai respons terhadap catatan kritis tersebut, ICT Watch mendesak agar pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), mengambil langkah-langkah konkret. Berikut beberapa poin penting yang disampaikan:

1. Penyusunan regulasi terkait internet di Indonesia harus mematuhi asas transparansi dan akuntabilitas.
2. Pemerintah diharapkan menyediakan akses terbuka kepada publik terkait notulensi pembahasan, draf RPP final, dan naskah PP yang telah disahkan.
3. Proses penyusunan regulasi harus selalu melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara bermakna untuk memastikan bahwa kepentingan publik terwakili dengan baik.
4. Dalam penyusunan Peraturan Menteri yang akan mengatur aspek teknis, penting untuk memperhatikan catatan kritis yang telah disampaikan.

Peluncuran PP Tunas yang menyasar perlindungan anak dalam ekosistem digital seharusnya dioptimalkan dengan masyarakat yang terlibat secara aktif, bukan sekadar formalitas. Dengan adanya regulasi yang tepat, diharapkan pemerintah dapat memberikan perlindungan yang lebih baik untuk anak-anak dalam menghadapi tantangan dunia digital yang semakin kompleks. Diskusi lanjutan dan keterlibatan lebih banyak pihak perlu difasilitasi agar hasil yang diperoleh tidak hanya menjadi tambahan regulasi, tetapi memang dapat berfungsi efektif dalam melindungi anak-anak kita.

Berita Terkait

Back to top button