Pemberontakan Anak Sahabat: Persahabatan Raden Wijaya dan Arya Terancam

Persahabatan antara Raden Wijaya dan Arya Wiraraja, yang merupakan dua tokoh penting dalam sejarah Kerajaan Majapahit, hampir mengalami keretakan yang mendalam akibat tragedi yang menyangkut anak Arya Wiraraja, Ranggalawe. Kejadian ini menjadi babak yang mendebarkan dalam sejarah Majapahit ketika Ranggalawe terlibat dalam pemberontakan melawan ayah angkatnya, Raden Wijaya.

Ranggalawe, yang dikenal sebagai pribadi pemberani, memainkan peran sentral dalam pemberontakan pertama yang terjadi di Majapahit. Ketidakpuasan Ranggalawe terhadap pemerintahan Raden Wijaya memicu konflik yang signifikan, membuat situasi politik di kerajaan tersebut menjadi semakin tegang. Pemberontakan ini, meskipun dipicu oleh alasan yang mungkin dapat dimaklumi, menjadi jalur yang berbahaya karena melibatkan darah dan hubungan persahabatan yang telah terjalin lama.

Dalam sebuah narasi yang dituturkan oleh Earl Drake dalam bukunya, “Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit”, diceritakan bagaimana Raden Wijaya, meskipun sangat menyukai sifat-sifat kepemimpinan Ranggalawe, tidak dapat mentolerir tindakan pemberontakan tersebut. Raden Wijaya memutuskan bahwa tindakan tegas harus diambil untuk mempertahankan stabilitas kerajaan yang baru ia pimpin.

1. Raden Wijaya mengirim panglima militer veteran untuk menuntaskan pemberontakan tersebut.
2. Ranggalawe dibunuh, dan peristiwa ini menyisakan banyak ketegangan antara Raden Wijaya dan Arya Wiraraja.
3. Arya Wiraraja, selaku ayah Ranggalawe dan seorang bupati di Madura, merasa sangat marah dan kecewa.

Setelah kehilangan putranya, Arya Wiraraja menghadap Raden Wijaya untuk menuntut pemenuhan janji yang pernah dibuat antara mereka; sebuah janji untuk membagi kerajaan. Namun, Raden Wijaya merasakan berat untuk memenuhi permintaan tersebut, mengingat hal itu dapat melemahkan posisinya dan memicu serangan dari pihak luar.

Meskipun demikian, Raden Wijaya adalah sosok yang memegang teguh prinsipnya akan janji. Dalam upaya menjaga hubungan baik dengan sahabatnya yang tengah berduka, dia mengeluarkan prasasti Panggungan pada tahun 1296, yang memberikan sebagian wilayah kerajaan serta beberapa urusan administratif kepada Arya Wiraraja. Ini menunjukkan komitmen Raden Wijaya untuk menghormati persahabatan mereka walaupun dalam keadaan sulit.

Prasasti ini juga menunjukkan kedudukan Raden Wijaya sebagai penguasa resmi yang tak tergoyahkan di seluruh kerajaan, serta menegaskan posisi Nambi sebagai Mahapatih Majapahit. Hal ini menjadi bukti bahwa meskipun terjadi konfrontasi yang mengancam, Raden Wijaya tetap fokus pada stabilitas dan keberlangsungan Majapahit.

Dalam perkembangan selanjutnya, ketegangan pasca pemberontakan itu akan diuji lagi, dan Raden Wijaya serta Arya Wiraraja harus bekerja sama untuk membangun kembali kerukunan dalam pemerintahan Majapahit. Meski awal mula persahabatan mereka terancam, keputusannya untuk tetap menjaga ikatan tersebut merupakan langkah penting untuk kedamaian kerajaan.

Dengan demikian, peristiwa ini bukan hanya sekadar tentang sebuah pemberontakan, namun juga menyoroti nilai-nilai persahabatan dan komitmen yang terjalin kuat di antara dua sahabat ini. Hubungan mereka melampaui rivalitas dan peperangan, menghadapi tantangan demi masa depan Kerajaan Majapahit yang lebih gemilang.

Berita Terkait

Back to top button