Dunia

Pemerintah AS Hapus Pilihan Gender X di Paspor Sesuai Permintaan Trump

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat baru-baru ini mengumumkan penghentian pemrosesan aplikasi paspor yang mencantumkan penanda jenis kelamin ‘X’. Langkah ini, yang dilaporkan oleh media internasional termasuk the Guardian, merupakan bagian dari kebijakan baru yang secara resmi menyatakan bahwa pemerintah hanya akan mengakui dua jenis kelamin, yaitu pria dan wanita. Keputusan ini muncul setelah permintaan langsung dari mantan Presiden Donald Trump, yang terus mendukung pandangan bahwa identitas gender seharusnya didasarkan pada realitas biologis.

Dalam keterangannya, Kementerian Luar Negeri AS menegaskan bahwa semua aplikasi yang dimaksud akan ditangguhkan, terutama yang berkaitan dengan upaya untuk mengubah penanda jenis kelamin. "Menangguhkan aplikasi apa pun yang berupaya mengubah penanda jenis kelamin mereka sesuai dengan perintah eksekutif," bunyi pengumuman resmi tersebut.

Penghapusan jenis kelamin X, yang dikenal sebagai gender ketiga di AS, dikeluarkan sebagai respons terhadap mandat eksekutif Donald Trump. Dalam mandat itu, Trump mengemukakan pandangannya bahwa hanya dua jenis kelamin yang bisa diakui secara hukum. Dia menegaskan, "realitas biologis tidak dapat diubah," menekankan sudut pandangnya bahwa identitas gender seharusnya didasarkan pada informasi biologis semata.

Berdasarkan tuntutan tersebut, Menteri Luar Negeri AS saat itu, Marco Rubio, memberikan instruksi tegas kepada staf kementeriannya untuk melaksanakan kebijakan baru ini. "Kebijakan Amerika Serikat adalah jenis kelamin seseorang tidak dapat diubah," kata Rubio. Dengan demikian, semua bentuk pengenalan diri yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti paspor, visa, dan kartu masuk, hanya akan mencakup dua klasifikasi saja, yaitu laki-laki dan perempuan.

Kebijakan ini telah menuai kritik dari berbagai kalangan, terutama dari kelompok-kelompok advokasi hak asasi manusia dan pembela hak LGBTQ+. Mereka menilai langkah tersebut sebagai kemunduran dalam pengakuan terhadap identitas gender yang lebih beragam. Di sisi lain, pendukung kebijakan ini menyatakan bahwa keputusan Trump sejalan dengan keyakinan tentang perlunya pengakuan terhadap fakta biologis.

Perubahan kebijakan ini juga menimbulkan kebingungan di masyarakat, terutama bagi individu yang telah mendapatkan penanda jenis kelamin X sebelumnya. Mereka kini merasa terpinggirkan dan berisiko kehilangan pengakuan atas identitas mereka di hadapan hukum. Hal ini juga berdampak pada proses pengajuan dokumen resmi untuk individu transgender dan non-biner yang sebelumnya mengandalkan tanda X sebagai bentuk pengakuan atas identitas mereka.

Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan ini mencerminkan perdebatan nasional yang lebih besar mengenai hak-hak individu dan perlindungan terhadap keberagaman gender. Para aktivis berpendapat bahwa kebijakan yang mengesampingkan identitas gender non-biner dan transgender ini harus dievaluasi ulang selama pemerintahan yang akan datang, mengingat pentingnya pengakuan hukum terhadap semua identitas.

Dalam dunia yang semakin terbuka terhadap isu gender, perdebatan ini menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh individu di AS dalam usaha mereka untuk mendapatkan pengakuan dan pemahaman atas identitas mereka. Saat ini, keputusan pemerintah AS yang baru ini dapat menjadi salah satu topik utama dalam diskusi tentang hak asasi manusia dan kebijakan publik di masa depan. Keberlanjutan kebijakan ini dan dampaknya terhadap individu-individu yang terpengaruh akan menjadi sorotan di kalangan pihak-pihak yang berjuang untuk keadilan dan pengakuan hak di seluruh dunia.

Guntur Wibowo

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button