Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyampaikan kabar mengejutkan mengenai adanya indikasi manipulasi data tanah di wilayah pagar laut Kabupaten Bekasi. Situasi ini memunculkan keprihatinan besar terkait pengelolaan tanah yang mungkin berujung pada konflik hukum dan sosial di masyarakat. Dalam pengamatan langsung, Nusron menemukan ketidaksesuaian mencolok antara data peta bidang tanah yang tercatat dan kondisi sebenarnya di lapangan.
Dalam langkah tegas, Nusron memutuskan untuk membatalkan beberapa sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di daerah tersebut. “Untuk tanah yang terkena manipulasi ini, kami akan segera melakukan pembatalan sertipikat yang diterbitkan secara tidak sah,” ungkapnya dalam keterangan tertulis. Ia menambahkan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengenai pembukaan pagar laut yang memisahkan tanah tersebut dari laut.
Dari data yang disampaikan, terdapat 89 peta bidang tanah yang dimiliki oleh 67 pemilik di Desa Segara Jaya yang telah masuk dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Menurut Nusron, ada pemindahan peta dan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) yang tidak sesuai dengan lokasi sebenarnya. Sebagai contoh, tanah yang seharusnya berada di darat dan memiliki luas 72 hektare, menurut NIB ternyata hanya tercatat 11 hektare.
Total luas lahan yang diduga dimanipulasi datanya mencapai 581 hektare, terdiri dari:
1. 90 hektare milik PT Cikarang Listrindo (CL)
2. 419 hektare milik PT Mega Agung Nusantara (MAN)
3. 72 hektare bidang tanah PTSL yang terbit pada tahun 2021 tetapi dipindahkan pada tahun 2022 ke area laut
Nusron juga menegaskan pentingnya menuntaskan penyelidikan terhadap oknum yang terlibat dalam langkah manipulasi ini. “Kami sedang menyelidiki oknum-oknum BPN yang terlibat dalam pemindahan peta ini. Jika terbukti ada indikasi pidana, kami akan menyerahkan kasus ini kepada aparat penegak hukum,” tegasnya.
Sementara itu, mengenai Sertifikat HGB yang telah terbit pada tahun 2013, pihaknya akan meminta terkait untuk membatalkan sertifikat tersebut. “Karena usia Sertifikat HGB sudah lebih dari lima tahun, kami tidak bisa membatalkan secara otomatis. Namun, kami akan meminta mereka untuk mengajukan permohonan pembatalan,” jelas Nusron. Jika pemilik sertifikat menolak pembatalan, pihaknya berencana membawa kasus ini ke pengadilan untuk mendapatkan keputusan yang lebih jelas.
Pakar hukum dan masyarakat setempat pun meminta tindakan tegas dari pemerintah terkait isu ini. Mereka berharap agar transparansi serta pertanggungjawaban dalam pengelolaan data pertanahan diperbaiki demi kepentingan masyarakat dan keadilan sosial.
Dari pernyataan Menteri Nusron, terlihat jelas bahwa pemerintah tak akan tinggal diam terhadap praktik manipulasi data yang merugikan masyarakat. Hal ini menjadi sinyal bagi semua pihak bahwa pengelolaan tanah harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Diharapkan, langkah-langkah tegas yang diambil dapat membantu memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pertanahan dan mengurangi potensi konflik di masa depan.
Kondisi ini menjadi pengingat akan pentingnya kolaborasi antara lembaga terkait dalam upaya menjaga keadilan dan integritas dalam pengelolaan sumber daya alam serta tanah, agar semua pihak mendapatkan haknya dengan baik dan sah.