Bisnis

Pemerintah Stop Ekspor LNG, Pengamat Energi: Keputusan Tepat!

Rencana pemerintah Indonesia untuk menghentikan ekspor gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) mendapat sambutan positif dari para pengamat energi. Langkah strategis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi domestik yang terus meningkat dan mendukung ketahanan energi nasional. Pengamat Energi Iwa Garniwa mengungkapkan bahwa kebijakan ini seharusnya sudah dilakukan sejak lama, mengingat pentingnya pemenuhan kebutuhan dalam negeri di tengah tantangan yang dihadapi.

Menurut Iwa, keputusan untuk menghentikan ekspor LNG merupakan langkah kunci dalam usaha mencapai swasembada energi yang dicanangkan sebagai bagian dari program Astacita pemerintahan Prabowo Subianto. Ia menegaskan, "Selama goodwill-nya kuat, kebijakan ini bisa berjalan. Memang ini yang harus dilakukan sejak lama." Dengan prioritaskan sumber energi untuk kepentingan nasional, pemerintah diharapkan mampu meningkatkan daya saing industri lokal di pasar global.

Penerapan kebijakan ini juga memiliki keuntungan jangka panjang. Mengingat penurunan alami pasokan gas dari sumur-sumur eksisting yang sudah berusia tua, menghentikan ekspor LNG dapat menjaga ketersediaan energi di dalam negeri. Hal ini tidak hanya akan menyokong kebutuhan industri, tetapi juga memfasilitasi optimalisasi potensi energi domestik untuk memproduksi barang-barang yang dapat diekspor.

Berikut adalah beberapa poin penting terkait rencana ini:

  1. Prioritas Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri: Pemerintah berencana menghentikan ekspor untuk memastikan pasokan gas tetap tersedia bagi kebutuhan domestik, dengan proyeksi kenaikan kebutuhan gas nasional yang signifikan.

  2. Kemandirian Energi: Kebijakan ini dianggap sebagai cerminan dari kemandirian energi Indonesia, sekaligus mendukung program swasembada energi yang digagas oleh pemerintahan saat ini.

  3. Pertumbuhan Ekonomi dan Industri: Dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan lokal, diharapkan dapat memperkuat daya saing industri nasional, sehingga Indonesia bisa bersaing lebih baik di kancah internasional.

  4. Dampak Krisis Pasokan: Jika kebijakan ini tidak segera diimplementasikan, dampaknya akan berpotensi merugikan sektor industri, di mana harga gas dapat melonjak dan mengurangi volume pasokan dari LNG.

  5. Komitmen Pemerintah: Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengonfirmasi bahwa langkah ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Ia menyatakan, "Orientasi kita sekarang harus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kalau kebutuhan dalam negeri sudah cukup, barulah kita akan membuka peluang untuk ekspor."

Seiring dengan proyeksi kebutuhan gas yang akan mencapai 1.471 BBTUD (Billion British Thermal Unit per Day) pada 2025, dan meningkat menjadi 2.659 BBTUD pada 2034, penting bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah konkret dalam penyediaan energi domestik. Keputusan untuk menahan sekitar 50 kargo LNG untuk alokasi lebih lanjut ke pasar domestik menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga ketahanan energi. Data menunjukkan bahwa pada 2024, Indonesia sedang dalam jalur menjadi eksportir LNG terbesar keenam di dunia, dengan pengiriman diproyeksikan mencapai 300 kargo.

Dengan demikian, rencana menghentikan ekspor LNG ini tidak hanya menjadi langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan nasional, tetapi juga sebagai upaya konkret untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Kemandirian energi menjadi kunci dalam menghadapi berbagai tantangan global, dan langkah ini dianggap sebagai langkah tepat untuk memastikan bahwa generasi mendatang mendapatkan akses terhadap sumber daya energi yang memadai.

Rina Lestari adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button