
PEMERINTAHAN Presiden Donald Trump mengambil langkah signifikan dengan mengajukan banding darurat ke Mahkamah Agung Amerika Serikat guna melanjutkan rencana kontroversialnya untuk mengakhiri kewarganegaraan berdasarkan kelahiran (birthright citizenship). Langkah ini diambil setelah sejumlah pengadilan tingkat bawah menolak kebijakan tersebut dan mengeluarkan perintah larangan nasional.
Dalam argumentasinya, pemerintahan Trump menyatakan bahwa keputusan pengadilan sebelumnya terlalu jauh dan meminta Mahkamah Agung untuk membatasi dampak dari perintah larangan tersebut. Pengadilan telah menolak permohonan pemerintahan untuk menunda keputusan tersebut, yang dinyatakan tidak konstitusional oleh beberapa hakim.
Sebelumnya, seorang hakim federal menilai bahwa perintah eksekutif Trump yang dikeluarkan pada hari pertama masa jabatannya yang kedua adalah “jelas tidak konstitusional.” Hakim lain di Maryland juga mengatakan bahwa rencana tersebut bertentangan dengan lebih dari 250 tahun sejarah kewarganegaraan berdasarkan kelahiran di AS.
Selama lebih dari satu setengah abad, pengadilan di AS telah memahami teks Amandemen ke-14 sebagai jaminan kewarganegaraan bagi setiap individu yang lahir atau dinaturalisasi di negara itu, tanpa memandang status imigrasi orang tua.
Namun, pandangan ini tak sejalan dengan beberapa kalangan konservatif yang berpendapat bahwa Amandemen ke-14 hanya berlaku bagi orang-orang yang “berada di bawah yurisdiksi” AS. Mereka berargumen bahwa imigran ilegal yang ada di AS berada di bawah yurisdiksi negara asal mereka, bukan AS.
Berbagai pengadilan di Maryland, Massachusetts, dan Washington sebelumnya telah mengeluarkan perintah yang memblokir kebijakan ini, yang didukung oleh lebih dari 20 negara bagian, dua kelompok hak imigran, serta tujuh individu penggugat.
Pemerintahan Trump, dalam bandingnya, tidak secara langsung membahas konstitusionalitas kebijakan tersebut, tetapi meminta Mahkamah Agung untuk membatasi cakupan perintah larangan nasional. Jika permohonan tersebut dikabulkan, Trump berpotensi menegakkan perintah eksekutifnya terhadap individu yang tidak terlibat dalam gugatan hukum.
“Perintah larangan universal telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan sejak awal pemerintahan saat ini,” ujar Departemen Kehakiman dalam dokumen permohonannya kepada Mahkamah Agung. Mereka mengingatkan bahwa perintah tersebut melarang pelaksanaan eksekutif terhadap “ratusan ribu” individu yang tidak disebutkan dalam pengadilan.
Sebagai alternatif, pemerintahan Trump juga meminta agar Mahkamah Agung memberikan panduan tentang bagaimana kebijakan ini seharusnya diterapkan. Meskipun banding ini terfokus pada perintah pengadilan yang memblokir perintah eksekutif, Departemen Kehakiman menjelaskan sejumlah argumen substansial tentang mengapa mereka menganggap pemahaman konvensional tentang kewarganegaraan berdasarkan kelahiran sebagai salah.
“Selama abad ke-20, posisi yang salah ini menyebar di cabang eksekutif, sehingga tidak ada batasan bagi hampir semua orang yang lahir di AS, termasuk anak-anak dari imigran ilegal,” kata pemerintahan Trump dalam permohonannya. Mereka mencatat bahwa praktik ini telah menciptakan insentif bagi imigrasi ilegal.
Mahkamah Agung diperkirakan akan segera menjadwalkan tinjauan terhadap kasus ini, dan pihak yang menentang kebijakan pemerintahan Trump diharuskan untuk memberikan tanggapan dalam waktu dekat. Langkah ini menandai babak baru dalam perdebatan sengit seputar kebijakan imigrasi dan hak kewarganegaraan di AS, dengan implikasi yang bisa sangat luas bagi imigran dan keturunan mereka.